ARTIKEL

Artikel
Syncore Indonesia

Pola Penganggaran pada Satuan Kerja Badan Layanan Umum

Pola Penganggaran pada Satuan Kerja Badan Layanan Umum

Pola penganggaran satuan kerja Badan Layanan Umum tunduk pada ketentuan sebagaimana di atur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum yaitu: BLU menyusun rencana strategis bisnis lima tahunan dengan mengacu kepada Rencana Strategis Kementerian Negara/Lembaga (Renstra-KL) atau Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). BLU menyusun RBA tahunan dengan mengacu kepada rencana strategis bisnis. RBA disusun berdasarkan basis kinerja dan perhitungan akuntansi biaya menurut jenis layanannya. RBA BLU disusun berdasarkan kebutuhan dan kemampuan pendapatan yang diperkirakan akan diterima dari masyarakat, badan lain, dan APBN/APBD. BLU mengajukan RBA kepada menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD untuk dibahas sebagai bagian dari RKA-KL, rencana kerja dan anggaran SKPD, atau Rancangan APBD. RBA dimaksud disertai dengan usulan standar pelayanan minimum dan biaya dari keluaran yang akan dihasilkan. RBA BLU yang telah disetujui oleh menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD diajukan kepada Menteri Keuangan/PPKD, sesuai dengan kewenangannya, sebagai bagian RKA-KL, rencana kerja dan anggaran SKPD, atau Rancangan APBD. Menteri Keuangan/PPKD, sesuai dengan kewenangannya, mengkaji kembali standar biaya dan anggaran BLU dalam rangka pemrosesan RKA-KL, rencana kerja dan anggaran SKPD, atau Rancangan APBD sebagai bagian dari mekanisme pengajuan dan penetapan APBN/APBD. BLU menggunakan APBN/APBD yang telah ditetapkan sebagai dasar penyesuaian terhadap RBA menjadi RBA definitif. RBA BLU digunakan sebagai acuan dalam menyusun dokumen pelaksanaan anggaran BLU untuk diajukan kepada Menteri Keuangan/PPKD sesuai dengan kewenangannya. Dokumen pelaksanaan anggaran BLU paling sedikit mencakup seluruh pendapatan dan belanja, proyeksi arus kas, serta jumlah dan kualitas jasa dan/atau barang yang akan dihasilkan oleh BLU. Menteri Keuangan/PPKD, sesuai dengan kewenangannya, mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran BLU paling lambat tanggal 31 Desember menjelang awal tahun anggaran. Dalam hal dokumen pelaksanaan anggaran belum disahkan oleh Menteri Keuangan/PPKD, sesuai dengan kewenangannya, BLU dapat melakukan pengeluaran paling tinggi sebesar angka dokumen pelaksanaan anggaran tahun lalu. Dokumen pelaksanaan anggaran yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan/PPKD menjadi lampiran dari perjanjian kinerja yang ditandatangani oleh menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya, dengan pimpinan BLU yang bersangkutan. Dokumen pelaksanaan anggaran yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan/PPKD, sesuai dengan kewenangannya, sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi dasar bagi penarikan dana yang bersumber dari APBN/APBD oleh BLU.

Komponen-komponen Laporan Keuangan BLUD

Komponen-komponen Laporan Keuangan BLUD

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 tahun 2018, BLUD wajib membuat laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan. Laporan keuangan yang dibuat oleh BLUD adalah laporan keuangan yang sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Tujuan umum laporan keuangan BLUD adalah menyajikan informasi mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, saldo anggaran lebih, arus kas, hasil operasi, dan perubahan ekuitas BLUD yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya. Dalam menyusun laporan keuangan, BLUD mengacu pada PSAP nomor 13 tentang penyajian laporan keuangan Badan Layanan Umum yang disusun dalam periode semesteran dan tahunan. Laporan keuangan tersebut kemudian diaudit oleh pemeriksa eksternal pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Permendagri Nomor 79 tahun 2018 menyebutkan bahwa komponen-komponen laporan keuangan BLUD terdiri dari: Laporan Realisasi Anggaran Laporan Realisasi Anggaran menyajikan informasi realisasi pendapatan-LRA, belanja, surplus/defisit-LRA, pembiayaan, dan sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam satu periode. Laporan perubahan saldo anggaran lebih Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih menyajikan informasi kenaikan atau penurunan Saldo Anggaran Lebih tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Neraca Neraca pada BLUD menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu. Laporan operasional Laporan operasional menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi yang menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah untuk kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dalam satu periode pelaporan. Laporan arus kas Laporan arus kas menyajikan informasi mengenai sumber, penggunaan, perubahan kas, dan setara kas selama satu periode akuntansi, dan saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan pada BLUD. Laporan perubahan ekuitas Laporan perubahan ekuitas BLUD menyajikan informasi kenaikan atau penurunan ekuitas tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Catatan atas laporan keuangan Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan naratif atau rincian dari angka yang tertera dalam Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan SAL, Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, Neraca, dan Laporan Arus Kas. Catatan atas Laporan Keuangan juga mencakup informasi tentang kebijakan akuntansi yang dipergunakan oleh entitas pelaporan dan informasi lain yang diharuskan dan dianjurkan untuk diungkapkan di dalam Standar Akuntansi Pemerintahan serta ungkapan-ungkapan yang diperlukan untuk menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar. (Agnes for Syncore)

Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan

Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan

Tujuan PSAP adalah mengatur penyajian laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statements) dalam rangka meningkatkan keterbandingan laporan keuangan baik terhadap anggaran, antar periode, maupun antar entitas. Laporan keuangan untuk tujuan umum adalah laporan keuangan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pengguna laporan termasuk lembaga legislatif sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Untuk mencapai tujuan tersebut, standar ini menetapkan seluruh pertimbangan dalam rangka penyajian laporan keuangan, pedoman struktur laporan keuangan, dan persyaratan minimum isi laporan keuangan. Laporan keuangan disusun dengan menerapkan basis akrual. Pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan transaksi-transaksi spesifik dan peristiwa-peristiwa yang lain, diatur dalam standar akuntansi pemerintahan lainnya. Laporan keuangan untuk tujuan umum disusun dan disajikan dengan basis akrual. Laporan keuangan untuk tujuan umum adalah laporan yang dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pengguna. Yang dimaksud dengan pengguna adalah masyarakat, termasuk lembaga legislatif, pemeriksa/pengawas, fihak yang memberi atau berperan dalam proses donasi, investasi, dan pinjaman, serta pemerintah. Laporan keuangan meliputi laporan keuangan yang disajikan terpisah atau bagian dari laporan keuangan yang disajikan dalam dokumen publik lainnya seperti laporan tahunan. PSAP berlaku untuk entitas pelaporan dalam menyusun laporan keuangan suatu entitas pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan laporan keuangan konsolidasian, tidak termasuk perusahaan negara/daerah. Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan pemerintah yaitu basis akrual. Entitas pelaporan menyelenggarakan akuntansi dan penyajian laporan keuangan dengan menggunakan basis akrual baik dalam pengakuan pendapatan dan beban, maupun pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas. Entitas pelaporan yang menyelenggarakan akuntansi berbasis akrual, menyajikan Laporan Realisasi Anggaran berdasarkan basis yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan tentang anggaran. Pernyataan Standar ini mensyaratkan adanya pengungkapan tertentu pada lembar muka (on the face) laporan keuangan, mensyaratkan pengungkapan pos-pos lainnya dalam lembar muka laporan keuangan atau dalam Catatan atas Laporan Keuangan, dan merekomendasikan format ilustrasi standar ini yang dapat diikuti oleh suatu entitas pelaporan sesuai dengan situasi masing-masing. Pernyataan Standar ini menggunakan istilah pengungkapan dalam arti yang seluas-luasnya, meliputi pos-pos yang disajikan dalam setiap lembar muka laporan keuangan maupun dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Pengungkapan yang disyaratkan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan lainnya disajikan sesuai dengan ketentuan dalam standar tersebut. Kecuali ada standar yang mengatur sebaliknya, pengungkapan yang demikian dibuat pada lembar muka laporan keuangan yang relevan atau dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Referensi : Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah 13 (PSAP 13)

Membangun Kesiapan Rumah Sakit Umum Daerah Menjadi BLUD

Membangun Kesiapan Rumah Sakit Umum Daerah Menjadi BLUD

Rumah Sakit adalah salah satu lembaga layanan publik yang memberi jasa penting dalam hal sarana pelayanan kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, setiap institusi rumah sakit perlu melakukan pemahaman terutama dalam fungsi manajemennya. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2018 tentang Badan Layanan Umum Daerah disusun dengan maksud agar lembaga-lembaga seperti rumah sakit daerah atau yang biasa disingkat RSUD dapat menjadi lembaga yang profesional dalam melayani masyarakat. Tujuan pembentukan RSUD menjadi suatu BLUD yaitu agar rumah sakit dapat leluasa dalam mengelola keuangannya sehingga rumah sakit dapat melakukan pelayanan kesehatan kepada masyarakat secara lebih baik dan efektif. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam rangka membangun kesiapan RSUD menjadi BLUD yaitu dapat dilakukan dengan melakukan kajian lingkungan internal sebagai langkah pengkajian awal. Kemudian dapat dilanjutkan dengan sosialisasi, membangun komitmen, membentuk tim, menyusun jadwal, melakukan penganggaran, meningkatkan kemampuan dan kapasitas sumber daya manusia, advokasi, penilaian secara mandiri serta pengusulan. Komponen-komponen dalam rangka menyiapkan RSUD menjadi BLUD tersebut dapat dikategorikan menjadi empat poin penting yaitu komitmen, persyaratan subtantif, persyaratan teknis dan persyaratan administratif. Persyaratan subtantif memuat tiga poin yaitu badan tersebut merupakan badan yang bergerak pada bidang layanan umum, mengelola wilayah tertentu dan melakukan pengelolaan dana khusus. Persyaratan teknis memuat dua poin yaitu terkait bagaimana kelayakan kinerja pelayanan yang diberikan dan sehat tidaknya kinerja keuangan badan tersebut. Adapun syarat terakhir yaitu syarat administratif yang memuat enam poin diantaranya pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerjanya, pola tata kelola, rencana strategi bisnis, standar pelayanan minimal, membuat laporan keuangan serta laporan audit terakhir atau kesediaan untuk diaudit. Oleh karena RSUD sebagai BLUD telah diberikan hak dalam hal fleksibilitas maka ia memiliki kewajiban untuk melakukan tiga hal yaitu meningkatkan kinerja pelayanan, meningkatkan kinerja keuangan serta meningkatkan kinerja manfaat bagi masyarakat. Dalam rangka memenuhi kewajibannya, RSUD harus melakukan pembenahan melalui tiga langkah yaitu tekad untuk meningkatkan kinerja, meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia dan meningkatkan tata kelola badan tersebut. Dukungan positif dari stakeholder seperti pihak eksekutif legislatif maupun pejabat internal juga diperlukan agar pembentukan RSUD menjadi BLUD dapat berjalan dengan baik. Referensi : Persiapan RSUD Untuk Beralih Menjadi BLUD

Neraca Pada Badan Layanan Umum

Neraca Pada Badan Layanan Umum

Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu. Kas dan setara kas; Investasi jangka pendek; piutang dari kegiatan BLU; persediaan; Investasi jangka panjang; aset tetap; aset lainnya; kewajiban jangka pendek; kewajiban jangka panjang; dan ekuitas Kas pada BLU yang sudah dipertanggungjawabkan kepada unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum merupakan bagian dari Saldo Anggaran Lebih. Dalam rangka perhitungan saldo kas dengan catatan SAL pada BLU, BLU harus dapat mengidentifikasikan kas pada BLU yang berasal dari pendapatan yang telah diakui oleh unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum. BLU sesuai dengan karakteristiknya dapat mengelola kas yang bukan milik BLU dan/atau sisa kas dana investasi yang berasal dari APBN/APBD. Dana kas BLU yang bukan milik BLU diakui sebagai kas dan setara kas meliputi : Dana titipan pihak ketiga; Uang jaminan; dan Uang muka pasien rumah sakit. Penyetoran kas yang berasal dari pendapatan BLU pada tahun berjalan maupun tahun sebelumnya dibukukan sebagai pengurang ekuitas pada BLU penambah ekuitas pada Pemerintah Pusat/Daerah. Sesuai dengan peraturan perundangan-undangan, BLU tidak dapat melakukan investasi jangka panjang kecuali atas persetujuan Menteri Keuangan atau Gubernur/Bupati/Walikota. Investasi jangka panjang dimaksud terdiri dari investasi permanen dan investasi nonpermanen. Investasi permanen pada BLU, antara lain berbentuk penyertaan modal. Investasi nonpermanen pada BLU, antara lain sebagai berikut: Investasi pemberian pinjaman kepada pihak lain; Investasi dalam bentuk dana bergulir;dan Investasi nonpermanen lainnya. Walaupun kepemilikan investasi pada BLU ada pada BUN/BUD, tetapi investasi tersebut tetap dilaporkan pada laporan keuangan BLU. Perlakuan pelaporan investasi ini selaras dengan status BLU sebagai entitas pelaporan, dimana seluruh sumber daya ekonomi yang digunakan BLU dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya dalam melayani masyarakat harus dilaporkan dalam laporan keuangan BLU. Referensi : PSAP 13

Bernilai Sejarah, Aset Badan Layanan Umum Harus Dikelola dengan Baik

Bernilai Sejarah, Aset Badan Layanan Umum Harus Dikelola dengan Baik

Kata ‘Aset’ sejak awal memang sudah kental dengan nilai sejarah. Seperti halnya Aset Badan Layanan Umum (BLU) yang merupakan sumber daya ekonomi milik BLU. Maka Aset BLU adalah akibat dari peristiwa masa lalu yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya, dan sumber manfaat ekonomi-sosial di masa depan yang diharapkan dapat diperoleh, serta dapat diukur dalam satuan uang. Begitu pentingnya nilai sejarah tersebut sehingga pengelolaan perihal pengelolaan Aset BLU adalah bagian penting dari BLU. Hal ini sebagai bentuk menjaga aset agar tidak terjadi penyimpangan dan sekaligus sebuah cara untuk menyelamatkan nilai aset tersebut. Dalam melaksanakan pengelolaan asetnya, pemimpin melakukan pengawasan dan pengendalian langsung. Pengelolaan aset BLU ini meliputi perencanaan dan penganggaran, penggunaan, pemanfaatan, pemindahtanganan, pemusnahan, dan penghapusan. Pengelolaan aset BLU didasarkan atas asas fungsional, kepastian hukum, transparansi dan keterbukaan, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai yang berpedoman pada ketentuan perundang-undangan di bidang pengelolaan barang milik negara, sepanjang tidak diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan. Adapun prinsip-prinsip pengelolaan Badan Layanan Umum ialah tidak mengganggu kegiatan pemberian pelayanan umum kepada masyarakat, biaya dalam rangka pelaksanaan kerjasama tidak dapat dibebankan pada Rupiah Murni APBN, aset BLU dapat digunakan sebagai dasar penerbitan surat berharga setelah mendapatkan izin dari Menteri Keuangan, dan tidak berakibat terjadinya pengalihan Aset BLU kepada pihak lain. Pengelolaan aset BLU dapat dilakukan dengan mekanisme Kerjasama Operasional (KSO) atau Kerjasama Sumber Daya Manusia atau Manajemen (KSM), yang dilakukan oleh pemimpin BLU dan melibatkan pihak lain sebagai mitra dengan perjanjian yang dituangkan dalam naskah perjanjian antara pemimpin BLU dengan Mitra. Diadakannya KSO dan KSM adalah untuk meningkatkan penyediaan pelayanan umum kepada masyarakat, mengoptimalkan daya guna dan hasil guna Aset BLU, dan meningkatkan pendapatan BLU yang dapat digunakan langsung untuk membiayai belanja BLU sesuai RBA. Dalam melakukan pengelolaan aset, BLU melakukan pencatatan terhadap setiap transaksi dari pelaksanaan pengelolaan aset BLU dan pendapatan dari pelaksanaan pengelolaan aset dengan menggunakan mekanisme KSO atau KSM, sebagaimana dimaksud merupakan pendapatan BLU yang dapat digunakan langsung untuk membiayai belanja BLU sesuai RBA. Pendapatan tersebut dicatat sebagai PNBP BLU. Sedangkan untuk Peralatan dan mesin milik Mitra tidak dicatat sebagai Aset BLU. Referensi: (Peraturan Menteri Keuangan No 136 tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset pada badan Layanan Umum)

Ingin Menerapkan PPK-BLU pada Instansi, Begini Tahapannya

Ingin Menerapkan PPK-BLU pada Instansi, Begini Tahapannya

Menjadi Badan Layanan Umum (BLU) dengan Pola Pengelolaan Keuangan (PPK) yang baik sudah menjadi kebutuhan setiap institusi yang memiliki tugas sebagai Badan Layanan Umum (BLU). BLUD yang baik akan menjadi lembaga yang mampu memberikan layanan yang baik bagi masyarakat yang menjadi tujuan utama pembentukan BLUD. Apa sajakah keunggulan PPK BLU? PPK-BLU memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menetapkan praktik-praktik bisnis yang sehat. Hal tersebut dilakukan dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan, sehingga pelayanan terhadap masyarakat meningkat. Apa saja proses yang harus dilakukan menuju PPK BLU? Inilah tahapannya: Persyaratan Substantif PPK BLU diperuntukkan bagi institusi pemerintah yang bertugas melakukan pelayanan umum dan penyediaan barang dan jasa. Institusi ini harus pula memiliki area tertentu sebagai kawasan yang dikelola. Dengan memiliki Pola Pengelolaan Keuangan yang baik maka sebuah Badan Layanan Umum akan memberikan pengaruh luas ada masyarakat yakni mendukung upaya perbaikan kehidupan sosial ekonomi masyarakat dan mampu mengelola dana khusus dengan baik. Persyaratan Teknis dan Administratif Persyaratan teknis terpenuhi apabila kinerja pelayanan di bidang tugas pokok bersama fungsinya layak dikelola serta ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU dan kinerja keuangan satuan kerja instansi yang bersangkutan adalah sehat sebagaimana ditunjukkan dalam dokumen usulan penetapan BLU. Sementara itu, persyaratan administratif terpenuhi apabila instansi pemerintah yang bersangkutan dapat menyajikan seluruh dokumen berikut: pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan manfaat bagi masyarakat; pola tata kelola; rencana strategis bisnis; laporan keuangan pokok; standar pelayanan minimum; dan laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen Dokumen-dokumen tersebut kemudian disampaikan kepada menteri atau pimpinan lembaga atau kepala SKPD, untuk mendapatkan persetujuan sebelum disampaikan kepada Menteri Keuangan/Gubernur/Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya. Penetapan menjadi BLUD dapat berupa pemberian status BLU secara penuh atau status BLU bertahap. Status BLU secara penuh diberikan apabila seluruh persyaratan telah dipenuhi dengan memuaskan. Status BLU-Bertahap diberikan apabila persyaratan substantif dan teknis telah terpenuhi, namun persyaratan administratif belum terpenuhi secara memuaskan. Status BLU-Bertahap berlaku paling lama 3 (tiga) tahun. Menteri Keuangan/Gubernur/Bupati/Walikota, sesuai dengan kewenangannya, memberi keputusan penetapan atau surat penolakan terhadap usulan penetapan BLU paling lambat 3 (tiga) bulan sejak diterima dan menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD. Penetapan BLU Berakhir Penetapan BLU sifatnya sementara. Apabila Menteri Keuangan/Gubernur/Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya mencabut status BLU, berdasarkan usul dari menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD, sesuai dengan kewenangannya maka penetapan BLU pun berakhir. Penetapan ini bisa berakhir juga dipengaruhi oleh berubahnya status BLU menjadi badan hukum dengan kekayaan negara yang dipisahkan. Pencabutan penerapan PPK-BLU dilakukan, apabila BLU yang bersangkutan sudah tidak memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif. Referensi sesuai Undang-undang Nomor 23 tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum

Efektifitas Sistem Aplikasi Akuntansi Badan Layanan Umum Daerah

Efektifitas Sistem Aplikasi Akuntansi Badan Layanan Umum Daerah

Basis akuntansi penyusunan dan penyajian laporan keuangan bagi instansi yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU/BLUD) telah mengalami perubahan, menyesuaikan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang ditindaklanjuti dengan terbitnya Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No. 13 tentang Penyajian Laporan Keuangan Badan Layanan Umum. Sejalan dengan ketentuan tersebut, maka akuntansi untuk penyusunan laporan keuangan BLU/BLUD mengalami perubahan, dari sebelumnya menggunakan basis SAK menjadi SAP. Sesuai PSAP nomor 13, implementasi akuntansi dan pelaporan keuangan menetapkan kedudukan BLU/BLUD sebagai entitas pelaporan. Perubahan ini membawa konsekuensi perlakuan akuntansi dan jumlah komponen laporan keuangan menjadi 7 jenis laporan, terdiri dari: Laporan Perubahan Sisa Anggaran Lebih; b. Laporan Realisasi Anggaran; c. Laporan Operasional; d. Neraca; e. Laporan Arus Kas; f. Laporan Perubahan Ekuitas; dan g. Catatan atas Laporan Keuangan. Penyajian laporan keuangan BLU/BLUD sebagai entitas pelaporan tersebut di atas berbeda dibandingkan dengan kedudukannya sebagai entitas akuntansi (Satker/SKPD/UPTD) yang laporan keuangannya dikonsolidasikan dengan laporan keuangan kementerian atau laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD). Perbedaan tersebut meliputi aspek pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan, sehingga masih memerlukan rekonsiliasi untuk keperluan konsolidasi meskipun sama-sama menggunakan basis SAP. Berdasarkan PSAP Nomor 11 Paragraf 19 tentang Laporan Keuangan Konsolidasian, selaku penerima anggaran belanja pemerintah (APBN/APBD), BLU/BLUD adalah entitas akuntansi, yang laporan keuangannya dikonsolidasikan pada entitas pelaporan yang secara organisator membawahinya. Selaku satuan kerja pelayanan berupa Badan, walaupun bukan berbentuk badan hukum yang mengelola kekayaan Negara yang dipisahkan, BLU/BLUD merupakan entitas pelaporan. Pelaporan keuangan tidak terlepas dari sistem akuntansi. Sistem akuntansi adalah serangkaian prosedur baik manual maupun terkomputerisasi mulai dari proses pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan. Dalam hal ini, sistem akuntansi terkomputerisasi dapat lebih mengefisiensi waktu daripada sistem akuntansi manual, dan tentunya akan sangat membantu pelaku penyusun laporan keuangan untuk dapat membuat laporan keuangan dengan waktu yang relatif lebih cepat dibandingkan menggunakan sistem akuntansi manual. Aplikasi akuntansi BLUD Syncore tersedia untuk Puskesmas/RSUD yang berstatus BLUD untuk membantu dalam penyusunan laporan keuangan yang dapat mengurangi langkah yang biasa dilakukan secara manual, dengan adanya penerapan aplikasi akuntansi BLUD langkah yang perlu dilakukan adalah menganalisis dan menginput transaksi, maka sistem aplikasi akan langsung menyajikan laporan keuangan yang dibutuhkan. sehingga terciptanya efisiensi waktu dan efektifitas kinerja melalui pemanfaatan teknologi di era digital.(Novi)

Implementasi Teori Agensifikasi Pada Badan Layanan Umum

Implementasi Teori Agensifikasi Pada Badan Layanan Umum

Reformasi administrasi publik yang bertujuan untuk mewujudkan good governance akan berjalan dengan baik jika didukung dengan adanya lembaga yang lebih responsif dalam memberikan pelayanan dan mendukung peningkatan dan pencapaian efisiensi dan efektivitas. Badan Layanan Umum dibentuk sebagai impelementasi atas teori agensifikasi, yang secara umum berarti adanya pemisahan antara fungsi kebijakan (regulator) dengan fungsi pelayanan publik dalam struktur organisasi pemerintah. Menurut teori agensifikasi, Pemerintah merupakan agen pembuat kebijakan sedangkan Badan Layanan Umum merupakan agen pemerintah yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dan memperoleh kewenangan yang lebih luas dalam hal manajemen organisasi, pengelolaan keuangan maupun dalam hal pelaporan dan akuntabilitas kinerja. Teori agensifikasi melalui mekanisme pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum telah memberikan fleksibilitas keuangan yang cukup luas dalam menyelenggarakan pelayanan secara efektif,efisien dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Melalui pengaturan ini, pemimpin Badan Layanan Umum diberikan diskresi yang lebih besar untuk mengelola organisasi secara ala bisnis. Meskipun dikelola bukan semata-mata untuk mencari keuntungan, Badan Layanan Umum diharapkan melakukan efisiensi dan efektivitas dalam memberikan produk kepada pengguna layanan. Untuk mengawasi kepentingan pemerintah dan menjaga akuntabilitas pengelolaan keuangan publik, dibentuk Dewan Pengawas yang berfungsi sebagai advisory board untuk mengawasi direksi dalam menjalankan roda organisasi. Agensifikasi pelayanan publik bukan merupakan hubungan keagenan yang ideal karena cenderung bersifat relational. Hal itu terjadi karena institusi Badan Layanan Umum selaku agen memiliki status hukum yang tidak terpisah dari kementerian/lembaga induk. Selain itu, pada umumnya output yang dihasilkan Badan Layanan Umum bersifat sangat kualitatif dan sulit diukur sehingga penerapan kontrak kinerja kadang hanya bersifat formalitas tanpa aturan yang mengikat kedua belah pihak. Bilamana pimimpin Badan Layanan Umum tidak dapat memenuhi target yang ditetapkan, Kementerian/Lembaga sebagai principal belum memiliki mekanisme dalam memberikan ganjaran atas kinerja pemimpin Badan Layanan Umum terkait. Oleh karena itu, perlu redefinisi gagasan agensifikasi, membangun sistem pengelolaan kinerja yang komprehensif dan mekanisme baru dalam pengalokasian rupiah murni berupa subsidi atau bantuan operasional. Referensi : 1. Menilik Implementasi Prinsip Agensifikasi Dalam Badan Layanan Umum 2. http://blu.djpbn.kemenkeu.go.id