Pengukuran kinerja adalah tindakan pengukuran yang dilakukan terhadap berbagai aktivitas dalam rantai nilai suatu organisasi. Hasil pengukuran tersebut kemudian digunakan sebagai umpan balik yang akan memberikan informasi tentang prestasi pelaksanaan suatu rencana dan titik di mana suatu organisasi memerlukan penyesuaian-penyesuaian atas aktivitas perencanaan dan pengendalian. Pengukuran kinerja memiliki tujuan pokok yaitu untuk memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya agar menghasilkan tindakan dan hasil yang diinginkan. Implementasi penilaian kinerja Badan Layanan Umum (BLU) dilakukan oleh Badan Pengawas atas aspek keuangan dan non keuangan, minimal satu tahun sekali. Pada hasil evaluasi diharapkan dapat mengukur tingkat pencapaian BLU dari RBA. Evaluasi dan penilaian kinerja BLU dapat diukur dengan “balance scorecard”. Untuk kinerja keuangan dapat diukur dari pencapaian indikator-indikator keuangan yang telah ditetapkan pada perencanaan (Rencana Strategi Bisnis). Indikator ini tidak selalu berbicara mengenai berapa pendapatan yang bisa diperoleh BLU dalam melayani masyarakat, namun juga seberaoa efisien proses yang dilakukan. Selain faktor itu, ada juga data atau dokumen dari hasil pemeriksaan kinerja atas efektivitas pengelolaan pelayanan masyarakat yang diperiksa oleh Badan Pengawas. Pedoman penilaian kinerja BLU Bidang Layanan Kesehatan adalah Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor 36/PB/Tahun 2016. Adapun ruang lingkup penilaian kinerja BLU meliputi penilaian aspek keuangan dan pelayanan. Penilaian aspek keuangan dilakukan berdasarkan data Laporan Keuangan dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan keuangan BLU, yang telah disampaikan kepada Menteri Keuangan; Direktur Jenderal Perbendaharaan. Kepatuhan pengelolaan keuangan BLU diukur melalui: Penyusunan dan penyampaian Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) Definitif; Penyusunan dan penyampaian Laporan Keuangan BLU Berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan; Penyampaian Surat Perintah Pengesahan Pendapatan dan Belanja BLU; Persetujuan Tarif Layanan; Penetapan Sistem Akuntansi; Persetujuan Pembukaan Rekening; Penyusunan Standard Operating Procedures Pengelolaan Kas. Sementara aspek pelayanan dilakukan berdasarkan data/hasil perhitungan layanan BLU pada tahun yang akan dinilai dan disampaikan oleh menteri/pimpinan lembaga/pemimpin BLU kepada Menteri Keuangan; Direktur Jenderal Perbendaharaan. Adapun data / hasil perhitungan tersebut disampaikan paling lamba akhir semester 1 anggaran tahun berikutnya.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2018 pasal 1 menyebutkan bahwa Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) adalah satuan kerja perangkat daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan namun didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Selanjutnya, pasal 2 menyebutkan bahwa pemberian layanan umum secara lebih efektif dan efisien sejalan dengan praktek bisnis yang sehat yang pengelolaan dilakukan berdasarkan kewenangan yang didelegasikan oleh kepala daerah. Susunan kelembagaan yang ada dalam BLUD mencakup pemilik, pemimpin, pengelola keuangan, pengelola teknis serta dewan pengawas. Pemilik BLU memiliki kewenangan untuk menunjuk dan mengangkat pemimpin BLU. Pemimpin BLU berfungsi sebagai penanggung jawab umum, operasional dan keuangan BLU yang berkewajiban untuk menyiapkan rencana strategis bisnis BLU, menyiapkan RBA tahunan, mengusulkan calon pejabat keuangan dan teknis sesuai ketentuan yang berlaku dan menyampaikan pertanggungjawaban kinerja operasional dan keuangan BLU. Pejabat keuangan berfungsi sebagai penanggung jawab bidang keuangan dan pejabat teknis berfungsi sebagai penanggung jawab teknis di bidang masing-masing serta ada pula dewan pengawas yang bertugas melakukan pengawasan terhadap pengelolaan BLUD. Kelembagaan dalam BLUD juga tidak dapat terlepas dari struktur organisasi dan tata laksana. Organisasi dan tata laksana mencakup struktur organisasi yang menggambarkan posisi jabatan beserta wewenang/tanggung jawabnya, prosedur kerja, pengelompokan fungsi yang logis serta ketersediaan dan pengembangan sumber daya manusia. Adapun akuntabilitas juga termasuk dalam kelembagaan BLUD. Akuntabilitas ini dibagi menjadi tiga yaitu akuntabilitas program, akuntabilitas kegiatan dan akuntabilitas keuangan. Ketiga akuntabilitas tersebut mengandung kebijakan-kebijakan, mekanisme atau prosedur, media pertanggungjawaban dan periodisasi pertanggungjawaban program yang harus dikelola dengan baik agar BLUD dapat berjalan dengan maksimal. Terdapat beberapa perubahan mendasar pasca suatu badan menjadi Badan Layanan Umum Daerah. Salah satu contohnya adalah puskesmas. Saat puskesmas telah berstatus menjadi BLUD maka akan ada perubahan seperti kepala puskesmas menjadi kuasa pengguna anggaran BLUD, kemudian juga ada kewajiban untuk membuat rencana bisnis dna anggaran, pengesahan penggunaan anggaran setiap triwulan dan membuat laporan keuagan berbasis SAK di setiap semesternya. Selain itu laporan keuangan yang dibuat oleh puskesmas sebagai BLUD akan diaudit oleh auditor eksternal. Untuk itu, sumber daya yang baik dan mumpuni diperlukan agar keberjalanan BLUD dapat berhasil.
Badan Layanan Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BLUD adalah sistem yang diterapkan oleh unit pelaksana teknis dinas/badan daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang mempunyai fleksibilitas dalam pola pengelolaan keuangan sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan daerah pada umumnya. BLUD bertujuan untuk memberikan layanan umum secara lebih efektif, efisien, ekonomis, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan dan manfaat sejalan dengan praktek bisnis yang sehat, untuk membantu pencapaian tujuan pemerintah daerah yang pengelolaannya dilakukan berdasarkan kewenangan yang didelegasikan oleh kepala daerah. Pendapatan-LO menyatakan bahwa “Pendapatan-LO diakui pada saat: Timbulnya hak atas pendapatan Pendapatan direalisasi, yaitu adanya aliran sumber daya ekonomi ke entitas Timbulnya hak atas pendapatan dapat diartikan bahwa entitas telah memiliki hak atas suatu pendapatan namun wajib bayar belum melakukan pembayaran (accrued) atau dapat juga berarti bahwa entitas telah menerima pembayaran namun belum memiliki hak untuk mengakui pendapatan tersebut sehingga pengakuannya ditangguhkan (deffered). Sehingga apabila dihubungkan dengan aliran kas maka “timbulnya hak atas pendapatan”, dapat digunakan untuk mengakui pendapatan yang belum diterima aliran kasnya maupun untuk mengakui pendapatan yang telah diterima aliran kasnya namun belum menjadi hak entitas yang dilakukan dengan menyesuaikan pendapatan tersebut. Hak atas pendapatan yang timbul dan belum diterima aliran kasnya tersebut dicatat sebagai piutang (receivable), sementara pendapatan yang telah diterima aliran kasnya namun belum menjadi haknya entitas, ditangguhkan pengakuannya dan diakui sebagai pendapatan yang ditangguhkan (defferal). Pendapatan direalisasi dapat diartikan bahwa entitas menerima aliran sumber daya ekonomi, yang dapat berupa kas maupun berupa non kas tanpa didahului adanya penagihan. Aliran sumber daya ekonomi ke entitas yang diakui sebagai pendapatan adalah aliran sumber daya ekonomi yang meningkatkan nilai ekuitas. Apabila aliran sumber daya ekonomi yang diterima oleh entitas tidak meningkatkan ekuitasnya, misalnya dari penarikan utang, maka tidak termasuk ke dalam kategori pendapatan. BLU menyajikan pendapatan-LO yang diklasifikasikan menurut sumber pendapatan, yang terdiri atas Pendapatan dari alokasi APBN/APBD; Pendapatan layanan yang bersumber dari masyarakat; Pendapatan layanan yang bersumber dari entitas akuntansi/entitas pelaporan; Pendapatan hasil kerja sama; Pendapatan yang berasal dari hibah dalam bentuk kas/barang/jasa; dan Pendapatan BLU lainnya. Referensi : PSAP 13 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2018
Laporan Operasional (LO) menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi yang menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah untuk kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dalam satu periode pelaporan. Struktur Laporan Operasional BLUD mencakup pos-pos sebagai berikut: Pendapatan-LO; Beban; Surplus/Defisit dari kegiatan operasional; Kegiatan non operasional; Surplus/Defisit sebelum Pos Luar Biasa; Pos Luar Biasa; dan Surplus/Defisit-LO. BLUD menyajikan pendapatan-LO yang diklasifikasikan menurut sumber pendapatan, yang terdiri atas: Pendapatan dari alokasi APBN/APBD; Pendapatan layanan yang bersumber dari masyarakat; Pendapatan layanan yang bersumber dari entitas Akuntansi/entitas pelaporan; Pendapatan hasil kerja sama; Pendapatan yang berasal dari hibah dalam bentuk Kas/barang/jasa; dan Pendapatan BLUD lainnya. Pendapatan-LO pada BLUD diakui pada saat : Timbulnya hak atas pendapatan Pendapatan direalisasi, yaitu adanya aliran masuk sumber daya ekonomi Pendapatan-LO pada BLUD merupakan pendapatan bukan pajak, Akuntansi pendapatan-LO dilaksanakan berdasarkan asas bruto, yaitu dengan membukukan penerimaan bruto, dan tidak mencatat jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran). Dalam hal besaran pengurang terhadap pendapatan-LO bruto (biaya) bersifat variabel terhadap pendapatan dimaksud dan tidak dapat dianggarkan terlebih dahulu dikarenakan proses belum selesai, maka asas bruto dapat dikecualikan. Khusus untuk pendapatan dari Kerja Sama Operasi (KSO), diakui berdasarkan asas neto dengan terlebih dahulu mengeluarkan bagian pendapatan yang merupakan hak mitra KSO. Beban pada BLU diakui pada saat : timbulnya kewajiban; terjadinya konsumsi aset; dan/atau terjadinya penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa Saat timbulnya kewajiban adalah saat terjadinya peralihan hak dari pihak lain ke BLU tanpa diikuti keluarnya kas. Yang dimaksud dengan terjadinya konsumsi aset adalah saat pengeluaran kas kepada pihak lain yang tidak didahului timbulnya kewajiban dan/atau konsumsi aset nonkas dalam kegiatan operasional BLU. Terjadinya penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa terjadi pada saat penurunan nilai aset sehubungan dengan penggunaan aset bersangkutan/berlalunya waktu. Contoh penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa adalah penyusutan atau amortisasi. Referensi : PSAP 13
Puskesmas yang sudah berhasil dinyatakan sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) selanjutnya diberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangannya. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa BLUD masih merupakan satuan kerja perangkat daerah yang kekayaannya tidak terpisah dari pemerintah. Efisiensi yang dimaksud termasuk pengelolaan barang dengan berlandaskan prinsip efisiensi, efektivitas, transaparansi, bersain, adil atau tidak diskriminatif, akuntabel dan praktek bisnis yang sehat. Oleh karena itu terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu : Pihak Pimpinan Daerah (Gubernur/Walikota/Bupati) diharuskan membuat Peraturan Gubernur/Per-Bupati mengenai jenjang nilai atas pengadaan barang/jasa di wilayahnya.Pihak BLUD diwajibkan membuat Standard Operating Procedure atau yang disebut dengan SOP maupun tata cara pengadaan barang/jasa yang disetujui oleh Pemimpin Daerah dan ditetapkan oleh Pemimpin BLUDMembuat kajian ataupun pembuktian mengenai nilai kuantitatif atas istilah efisiensi, efektivitas pengadaan barang/jasa yang akan dilakukan diluar ketentuan dari Perpres 54 dan perubahannya.Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah menyebutkan bahwa pengadaan barang/jasa BLUD bersumber dari APBD. Selain itu pengadaan barang/jasa pada BLUD bersumber dari jasa layanan, hibah tidak terikat, hasil kerja sama dengan pihak lain, dan pendapatan lain-lain yang sah. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengadaan barang/jasa dijelaskan lebih dalam pada Peraturan Kepala Daerah masing-masing. Peraturan ini bertujuan untuk menjamin ketersediaan barang/jasa yang lebih bermutu, lebih murah, proses pengadaan yang sederhana, cepat serta mudah menyesuaikan dengan kebutuhan untuk mendukung kelancaran pelayanan BLUD.Pengadaan yang berasal dari dana hibah terikat dilakukan sesuai dengan kebijakan pengadaan dari pemberi hibah, dan peraturan kepala daerah sepanjang disetujui pemberi hibah. Hal ini dilakukan oleh pelaksana pengadaan yang dilaksanakan oleh penitia atau unit yang dibentuk oleh pemimpin untuk melaksanakan pengadaan barang/jasa BLUD. Pihak yang memiliki tugas tersebut harus memahami tata cara pengadaan, substansi pekerjaan/kegiatan yang bersangkutan dan bidang lain yang diperlukan.Pengelolaan Barang Milik Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, pemindah tanganan, pemusnahan, penghapusan, penata usahaan dan pembinaan, pengawasan serta pengendalian.Referensi : Peraturan Menteri Dalam Negeri No 79 Tahun 2018
Badan Layanan Umum pada awalnya adalah merupakan satuan kerja instansi biasa di bawah kementerian negara/lembaga yang sebenarnya tunduk kepada ketentuan dalam hal pengelolaan keuangan negara. Satuan kerja/instansi birokrasi biasa ini sebagian besar sebelumnya merupakan kerja/instansi pengelola Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Satker/instansi ini pada umumnya menerima dana PNBP dari masyarakat karena satuan kerja tersebut menyediakan pelayanan kepada masyarakat. Oleh karena sistem dan pola pengelolaan keuangan melalui mekanisme PNBP tidak memadai lagi (pasca reformasi politik dan keuangan) dalam hal peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Terutama bagi satuan kerja PNBP yang menyediakan pelayanan jasa pendidikan dan kesehatan (perguruan tinggi dan rumah sakit). Dibentuklah Badan Layanan Umum (BLU) berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Pasal 1 angka 23 yang menyatakan bahwa: “ Badan Layanan Umum (BLU) merupakan instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.” Selanjutnya dalam penjelasan Undang-undang tersebut menurut Pasal 68 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, kekayaan Badan Layanan Umum (BLU) ditegaskan bahwa pelayanan kepada masyarakat tersebut diperlukan dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdasskan kehidupan bangsa. Selain itu juga dinyatakan bahwa kekayaan Badan Layanan Umum (BLU) merupakan kekayaan negara yang tidak dipisahkan serta dikelola dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk menyelenggarakan kegiatan Badan Layanan Umum (BLU) yang bersangkutan. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka tata kelola keuangan BLU juga mengacu pada ketentuan pengelolaan keuangan negara. Untuk itu maka dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU, walaupun dalam manajemen BLU juga didukung oleh berbagai peraturan perundang-undangan lainnya seperti Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara; Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik; maupun Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Wanda Surahman
Sesuai dengan Permendagri 79 tahun 2018 maka laporan keuangan BLUD berbasiskan Standar Akuntansi Pemerintah. Pemerintah menerapkan SAP Berbasis Akrual. Penerapan SAP Berbasis Akrual dapat dilaksanakan secara bertahap dari penerapan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual menjadi penerapan SAP Berbasis Akrual. Laporan keuangan yang dihasilkan dari penerapan SAP Berbasis Akrual dimaksudkan untuk memberi manfaat lebih baik bagi para pemangku kepentingan, baik para pengguna maupun pemeriksa laporan keuangan pemerintah, dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Hal ini sejalan dengan salah satu prinsip akuntansi yaitu bahwa biaya yang dikeluarkan sebanding dengan manfaat yang diperoleh. Selain mengubah basis SAP dari kas menuju akrual menjadi akrual, Peraturan Pemerintah ini mendelegasikan perubahan terhadap PSAP diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Perubahan terhadap PSAP tersebut dapat dilakukan sesuai dengan dinamika pengelolaan keuangan negara. Meskipun demikian, penyiapan pernyataan SAP oleh KSAP tetap harus melalui proses baku penyusunan SAP dan mendapat pertimbangan dari BPK. Laporan keuangan pemerintah terdiri dari laporan pelaksanaan anggaran (budgetary reports), laporan finansial, dan CaLK. Laporan pelaksanaan anggaran terdiri dari LRA dan Laporan Perubahan SAL. Laporan finansial terdiri dari Neraca, LO, LPE, dan LAK. CaLK merupakan laporan yang merinci atau menjelaskan lebih lanjut atas pos-pos laporan pelaksanaan anggaran maupun laporan finansial dan merupakan laporan yang tidak terpisahkan dari laporan pelaksanaan anggaran maupun laporan finansial. Laporan keuangan disajikan sekurang-kurangnya sekali dalam setahun. Dalam situasi tertentu, tanggal laporan suatu entitas berubah dan laporan keuangan tahunan disajikan dengan suatu periode yang lebih panjang atau lebih pendek dari satu tahun, entitas pelaporan mengungkapkan informasi berikut: alasan penggunaan periode pelaporan tidak satu tahun, fakta bahwa jumlah-jumlah komparatif untuk laporan tertentu seperti arus kas dan catatan-catatan terkait tidak dapat diperbandingkan. Dalam situasi tertentu suatu entitas pelaporan harus mengubah tanggal pelaporannya, misalnya sehubungan dengan adanya perubahan tahun anggaran. Pengungkapan atas perubahan tanggal pelaporan adalah penting agar pengguna menyadari kalau jumlah-jumlah yang disajikan untuk periode sekarang dan jumlah-jumlah komparatif tidak dapat diperbandingkan. Contoh selanjutnya adalah dalam masa transisi dari akuntansi berbasis kas ke akrual, suatu entitas pelaporan mengubah tanggal pelaporan entitas-entitas akuntansi yang berada dalam entitas pelaporan untuk memungkinkan penyusunan laporan keuangan konsolidasian.
Kebijakan pemerintah untuk menerapkan model agensifikasi (agencification). Agensifikasi (agencification) merupakan organisasi publik yang diberi fleksibilitas dalam pengelolaan organisasi, baik secara otonom atau semi otonom, untuk dapat meningkatkan kualitas layanan jasanya dengan mengedepankan prinsip efisiensi dan efektivitas. Adapun Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2018 merupakan sistem yang diterapkan oleh unit pelaksana teknis dinas / badan daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang mempunyai fleksibilitas dalam pola pengelolaan keuangan sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan daerah pada umumnya. Akuntansi dan laporan keuangan BLUD diselenggarakan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) sesuai dengan jenis layanannya.Dalam hal ini tidak terdapat standar akuntansi keuangan, BLUD dapat menerapkan standar akuntansi industri yang spesifik setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan. Selanjutnya dalam rangka pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan dan kegiatan pelayanan BLUD menyusun dan menyajikan laporan keuangan dari laporan kinerja. Laporan keuangan yang disusun meliputi laporan operasional (dapat dalam bentuk laporan aktivitas/laporan surplus defisit), neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan, disertai laporan mengenai kinerja Laporan keuangan BLUD merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan pertanggungjawaban keuangan UPTD. Penggabungan laporan keuangan BLUD pada laporan keuangan UPTD dilakukan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan (SAP) yang meliputi laporan realisasi anggaran, saldo anggaran lebih, neraca, laporan operasional, laporan perubahan ekuitas dan catatan atas laporan keuangan). Selain itu, dengan adanya standar akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan, BLU mengalami kesulitan karena harus menyelenggarakan dua sistem pelaporan. Untuk menyederhanakan pelaporan keuangan BLU, serta sejalan dengan penerapan akuntansi berbasis akrual, maka KSAP menyusun konsep PSAP (Pernyataan standar akuntansi Pemerintah) tentang penyajian laporan keuangan BLU tersebut akan efektif bila PP 23 tahun 2005 yang mengatur basis penyajian laporan keuangan BLU.
Badan Layanan Umum atau yang biasa disingkat dengan BLU merupakan instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari untung dalam kegiatan operasionalnya yang didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Transformasi lembaga birokrasi ke lembaga konvensional perlu dilakukan agar prinsip good governance dapat berjalan dengan baik sehingga lembaga dapat lebih responsif dalam memberikan pelayanan dan mendukung peningkatan serta pencapaian efisiensi dan efektivitas. Model yang dapat dilakukan untuk melakukan transformasi tersebut adalah dengan agensifikasi. Agensifikasi memungkinkan organisasi publik diberikan fleksibilitas dalam pengelolaan organisasi untuk dapat meningkatkan pelayanan organisasi tersebut. Badan Layanan Umum dibentuk sebagai suatu implementasi dari teori agensifikasi tersebut karena ada pemisahan antara fungsi kebijakan yaitu regulator dengan fungsi pelayanan publik dalam struktur organisasi pemerintah. Fungsi kebijakan dilakukan oleh kantor pusat kebijakan sedangkan fungsi kedua dilakukan oleh kantor-kantor yang melaksanakan tugas pelayanan. Menurut teori agensi, prinsip agensifikasi pada badan layanan umum yaitu BLU pemberian mandat oleh Menteri atau pimpinan lembaga yang berbentuk kontrak kerja kepada kepala eksekutif badan layanan umum untuk melaksanakan program-program yang sejenis dan akan dikelola secara profesional. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum yang perubahannya telah ditulis dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2012 menjelaskan bahwa BLU dibentuk sebagai format baru bagi pembaruan manajemen keuangan sektor publik. Beberapa hal dari BLU yang membedakannya dari satuan kerja instansi pemerintah adalah pengelolaan keuangannya dimana pemerintah pusat secara khusus mengatur pola pengelolaan keuangan BLU dengan beberapa asas yaitu fleksibilitas, perhitungan efisiensi biaya dan pengelolaan untuk meningkatkan layanan dengan mutu yang baik. Dalam perjalanannya untuk menjadi BLU yang berkontribusi bagi Negara, BLU memiliki tantangan tersendiri yaitu perlunya peningkatan kemampuan manajerial para pimpinan BLU agar mampu menjadikan BLU sebagai organisasi sektor publik dengan kinerja sektor swasta. Kepemimpinan memiliki peran yang penting dalam mengkomunikasikan sasaran dan tujuan lembaga/organisasi kepada para anggota sehingga tujuan lembaga/organisasi dapat tercapai dengan baik. Apabila pimpinan lembaga mempunyai sifat integritas yang tinggi maka dia akan mampu menggerakkan organisasi/lembaga dan mengelola SDM yang dimiliki agar dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Sebaliknya, apabila pemimpin BLU memanfaatkan kekuasaan yang ia miliki demi kepentingan pribadi ataupun golongan tertentu maka kemungkinan besar BLU tidak akan jauh berbeda dengan organisasi birokratif yang lambat dalam mengambil keputusan tanpa adanya suatu inovasi dan kreativitas. Oleh karena itu, implementasi agensifikasi pada BLU harus didukung oleh pemimpin dan anggota yang mumpuni agar tujuan BLU dapat tercapai dengan baik.