Dalam pelaksanaan anggaran, BLUD melakukan penatausahaan keuangan paling sedikit memuat: pendapatan dan belanja; penerimaan dan pengeluaran; utang dan piutang; persediaan, aset tetap dan investasi; dan ekuitas. Fleksibilitas badan layanan umum masih terkait dengan anggaran daerah, keterkaitan ini ada di pagu belanja pegawai, barang jasa dan modal. Maksudnya adalah bahwa fleksibilitas badan layanan umum ini tidak bebas merdeka 100%, tetap ada aturan sebab BLU/BLUD ini adalah satker yang hidup di dua alam, masih menjadi milik daerah namun harus menjalankan bisnis yang sehat. BLUD masih menjadi milik daerah berarti harus mengikuti aturan yang sudah ada sebelumnya, sedangkan menjalankan bisnis yang sehat berarti akan menyebabkan peningkatan pelayanan yang akan berdampak kepada adanya surplus/ defisit. Dengan kata lain Fleksibilitas badan layanan umum hanya berada pada Pola Pengelolaan Keuangan yang berbeda. Pengelolaan belanja BLUD diberikan Fleksibilitas dengan mempertimbangkan volume kegiatan pelayanan. Fleksibilitas merupakan belanja yang disesuaikan dengan perubahan pendapatan dalam ambang batas RBA dan DPA yang telah ditetapkan secara definitif. Fleksibilitas dapat dilaksanakan terhadap belanja BLUD yang bersumber dari pendapatan BLUD dan hibah tidak terikat. Ambang batas merupakan besaran persentase realisasi belanja yang diperkenankan melampaui anggaran dalam RBA dan DPA. Dalam hal belanja BLUD melampaui ambang batas terlebih dahulu mendapat persetujuan kepala daerah. Dalam hal terjadi kekurangan anggaran, BLUD mengajukan usulan tambahan anggaran dari APBD kepada PPKD. Besaran presentase ambang batas dihitung tanpa memperhitungkan saldo awal kas. Besaran persentase ambang batas memperhitungkan fluktuasi kegiatan operasional, meliputi: kecenderungan/tren selisih anggaran pendapatan BLUD selain APBD tahun berjalan dengan realisasi 2 (dua) tahun anggaran sebelumnya; dan kecenderungan/tren selisih pendapatan BLUD selain APBD dengan prognosis tahun anggaran berjalan. Besaran presentase ambang batas dicantumkan dalam RBA dan DPA. Pencantuman ambang batas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa catatan yang memberikan informasi besaran presentase ambang batas. Presentase ambang batas merupakan kebutuhan yang dapat diprediksi, dicapai dan terukur, rasional dan dipertanggungiawabkan. ambang batas digunakan apabila pendapatan BLUD diprediksi melebihi target pendapatan yang telah ditetapkan dalam RBA dan DPA tahun yang dianggarkan.(Elin) Referensi : 1. Penyusunan RBA Menurut Permenkes No. 4 Tahun 2013 2. Batas-batas Tertentu dalam Fleksibilitas Badan Layanan Umum Daerah
Setelah ditetapkan sebagai BLUD, maka wajib untuk menyusun Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) BLUD untuk setiap tahunnya. RBA yang disusun tidak hanya berisi rincian mata anggaran pendapatan dan belanja saja, namun juga memuat beberapa hal lain yang dimuat dalam satu dokumen RBA. Waktu untuk menyusun dokoumen RBA sama dengan waktu untuk membuat dan mengajukan RKA. RBA menganut pola anggaran yang fleksible namun tetap diatur dalam ambang batas tertentu. Muatan dokumen RBA untuk BLUD diatur dalam Permendagri Nomor 79 Tahun 2018 pasal 59 yang menyebutkan bahwa muatan RBA meliputi: Ringkasan Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan Meliputi ringkasan nominal anggaran dari jenis pendapatan, belanja dan pembiayaan. Format ringkasan pendapatan, belanja dan pembiayaan sudah terlampir dalam Lampiran Permendagri Nomor 79 Tahun 2018 seperti gambar berikut ini: Rincian Anggaran pendapatan, belanja dan pembiayaan Meliputi rincian nominal anggaran dari jenis pendapatan, belanja dan pembiayaan sesuai dengan yang tersaji di ringkasan diatas. Format rincian pendapatan, belanja dan pembiayaan sudah terlampir dalam Lampiran Permendagri Nomor 79 Tahun 2018 seperti gambar berikut ini: Perkiraan Harga Merupakan perkiraan atau estimasi harga jual produk barang dan/atau jasa setelah memperhitungkan biaya per satuan dan tingkat margin yang ditentukan seperti tercermin dari tarif layanan. Setelah menjadi BLUD dibolehkan untuk menghitung sendiri tarif layanan yang akan diberikan. Tentunya penghitungan tarif tersebut harus berdasarkan unit cost. Unit cost merupakan penghitungan biaya yang dikeluarkan untuk melakukan suatu tindakan pelayanan. Tentunya tarif yang diajukan harus diatas penghitungan unit cost agar tidak rugi. Selisih lebih antara tarif dan unit cost dapat menjadi laba, sedangkan selisih kurang dapat menjadi kerugian. BLUD masih merupakan bagian dari perangkat daerah, sehingga dalam penentuan tarif pelayanan tersebut harus melibatkan beberapa instansi pemda terkait. Hasil penghitungan tarif tersebut dijadikan Peraturan Kepala Daerah (Perkada) tentan tarif pelayan BLUD. Besaran Presentase Ambang Batas Merupakan besaran presentase perubahan anggaran bersumber dari pendapatan operasional yang diperkenankan dan ditentukan dengan mempertimbangkan fluktuasi kegiatan operasional BLUD. Perkiraan maju atau fordward estimate Merupakan penghitungan kebutuhan dana untuk tahun anggaran berikutnya dari tahun yang direncanakan guna memastikan kesinambungan program dan kegiatan yang telah disetujui dan menjadi dasar penyusunan anggaran tahun berikutnya.
Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) memiliki tujuan untuk melayani masyarakat semaksimal mungkin. Pelayanan yang memadai tidak lepas dari kinerja sumber daya manusia yang dimiliki. Sumber Daya Manusia (SDM) adalah salah satu faktor yang sangat penting bahkan tidak dapat dilepaskan dari sebuah organisasi, baik itu perusahaan maupun instansi. Sumber Daya Manusia (SDM) sendiri pada hakikatnya adalah manusia yang dipekerjakan di sebuah organisasi sebagai penggerak, pemikir dan perencana untuk mencapai tujuan organisasi itu. Menurut Presiden Joko Widodo, SDM Indonesia memiliki kemampuan untuk berkompetisi dengan negara-negara lain. Hanya saja presiden mengakui bahwa kekuatan ini belum dimaksimalkan potensinya. Banyaknya kekuatan ini dinyatakan sebesar 60% usia produktif masyarakat di Indonesia. Sehubungan dengan hal tersebut sangat memungkinkan dengan penerapan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) akan semakin meningkatkan pelayanan masyarakat, karena tenaga yang akan diberdayakan semakin banyak dan berpotensi. Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) diberikan fleksibilitas dalam hal pengelolaan SDM yaitu diperbolehkan merekrut tenaga kerja yang berasal dari non PNS. Pengangkatan SDM tersebut tentunya dengan mempertimbangkan sesuai kebutuhan, profesionalitas, kemampuan keuangan dan berdasarkan prinsip efisiensi, ekonomis, dan produktif dalam meningkatkan pelayanan. Tenaga kerja yang berasal dari non PNS diberlakukan secara kontrak atau tetap dengan masa jabatan paling lama 5 (lima) tahun, dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali periode masa jabatan berikutnya. Pengangkatan kembali untuk periode masa jabatan berikutnya paling tinggi berusia 60 (enam puluh) tahun. Pengadaan pejabat pengelola dan pegawai yang berasal dari non PNS dilaksanakan sesuai dengan jumlah dan komposisi yang telah disetujui PPKD. Hal-hal lain yang berkaitan dengan sumber daya manusia seperti pengadaan, persyaratan, pengangkatan, penempatan, batas usia, masa kerja, hak, kewajiban dan pemberhentian Pejabat Pengelola dan pegawai yang berasal dari tenaga profesional lainnya diatur dengan Peraturan Kepala Daerah (Perkada) masing-masing. Dengan memaksimalkan sumber daya manusia yang tersedia, diharapkan dapat bersinergi dengan baik dan menciptakan pelayanan masyrakat yang memadai. Sehingga kesejahteraan masyarakat menjadi meningkat. Referensi : Pengangkatan Pegawai Non PNS Boleh Dilakukan oleh BLUD
Setelah menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) puskesmas dalam menjalankan operasional pelayanan maupun keuangannya diberikan fleksibilitas. Fleksibilitas adalah keleluasaan dalam pola pengelolaan keuangan dengan menerapkan praktik bisnis yang sehat untuk meningkatkan layanan kepada masyarakat tanpa mencari keuntungan dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. PPK-BLUD diberikan fleksibilitas dalam Pola Pengelolaan Keuangannya antara lain: Pendapatan disetor ke rekening kas BLUD Penerimaan dapat digunakan langsung Fleksibel budget (ambang batas yang ditetapkan dalam RBA) Boleh melakukan utang dan piutang Pinjaman jangka panjang, dengan persetujuan KDH Boleh melakukan Investasi Investasi jangka panjang dengan persetujuan KDH Boleh menetapkan tarif dalam memberikan pelayanan Pengelolaan Barang, BLUD boleh menghapuskan aset tidak tetap Boleh melakukan kerjasama Pendapatan Non APBD/APBN dapat tidak dengan KEPPRES Boleh menghapus aset tidak tetap Pegawai boleh PNS dan Non PNS Dimungkinkan ada dewan Pengawas (Tergantung aset atau omset) Sesuai dengan tanggungjawab dan profesionalisme Dengan peraturan kepala daerah Laporan keuangan yang disusun SAK Fleksibilitas badan layanan umum masih terkait dengan anggaran daerah, keterkaitan ini ada di pagu belanja pegawai, barang jasa dan modal. Maksudnya adalah bahwa fleksibilitas badan layanan umum ini tidak bebas merdeka 100%, tetap ada aturan sebab BLU/BLUD ini adalah satker yang hidup di dua alam, masih menjadi milik daerah namun harus menjalankan bisnis yang sehat. BLUD masih menjadi milik daerah berarti harus mengikuti aturan yang sudah ada sebelumnya, sedangkan menjalankan bisnis yang sehat berarti akan menyebabkan peningkatan pelayanan yang akan berdampak kepada adanya surplus/ defisit. Dengan kata lain Fleksibilitas badan layanan umum hanya berada pada Pola Pengelolaan Keuangan yang berbeda. Dengan adanya kemudahan/fleksibilitas yang diberikan sebagaimana tersebut di atas, hendaknya menerapkan PPK-BLUD jangan hanya mengejar fleksibilitas dimaksud. Namun harus disadari, menerapkan PPK-BLUD karena mempunyai kemauan untuk meningkatkan kinerja keuangan, kinerja manfaat dan kinerja pelayanan. Referensi : 1. Fleksibilitas PPK BLUD Dan Standar Pelaporan Keuangannya 2. Integrasi Laporan Keuangan SAK ke SAP Puskesmas BLUD
Badan Layanan Umum yang selanjutnya disingkat BLU adalah instansi di lingkungan pemerintah pusat atau pemerintah daerah dan yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum). Diterapkannya BLU bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat. Penerapan PPK BLU dengan fleksibilitas pengelolaan keuangan yang diberikan seharusnya dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, namun realitanya penerapan PPK BLU belum dapat optimal sehingga tujuan diterapkannya PPK BLU belum dapat tercapai sepenuhnya. Menurut Budi Waluyo dari Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, dalam Analisis Permasalahan pada Implementasi Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, penerapan PPK BLU belum berjalan secara efektif dan efisien dikarenakan tiga kategori penyebab. Penyebab pertama belum efektifnya implementasi PPK BLU adalah karena adanya tarik menarik kepentingan antara pelaku kebijakan yaitu Kementrian Keuangan, Kementerian Teknis, dan Satuan Kerja BLU. Faktor ini antara lain dapat ditunjukkan dengan permasalahan yang terjadi pada masa transisi, pemanfaatan idle cash, remunerasi, dan pengukur kinerja. Penyebab kedua kurang efektifnya implementasi PPK BLU adalah pada konten PPK BLU yang kurang memperhatikan prinsip fleksibilitas dan kemudahan bagi BLU. Penyebab yang ketiga, sekaligus faktor yang terakhir adalah lingkungan kepemerintahan yang menunjukkan kuatnya kultur birokrasi dalam pengelolaan keuangan dan secara konsisten melaksanakan prosedur keuangan dengan rujukan pada peraturan yang berlaku umum bagi satuan kerja instansi pemerintah. Faktor ini dapat dijelaskan dengan standar biaya dan pencatatan pendapatan dalam bentuk barang. Faktor-faktor tersebut mengakibatkan implementasi PPK BLU belum memberikan manfaat yang efektif dan efisien bagi BLU sendiri maupun untuk masyarakat. Sehingga, untuk menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi di masyarakat dan meningkatkan efektivitas serta efisiensi penerapan PPK BLU harus meminimalisir faktor-faktor penyebab diatas.
Kinerja merupakan gambaran mengenai bagaimana tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi dimana itu akan tertuang dalam strategic planning suatu organisasi. Oleh karenanya, maka pengukuran dari suatu kinerja perlu dilakukan untuk mengetahui bagaimana keberhasilannya. Pengukuran kinerja sendiri didefinisikan sebagai suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Pengukuran kinerja ini juga mencakup pengukuran informasi atas efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang dan/atau jasa serta kualitas yang ada, hasil kegiatan dengan maksud yang diinginkan dan efektivitas tindakan yang dilakukan dalam mencapai tujuan. Pengukuran kinerja sangat penting untuk menilai akuntabilitas organisasi dan manajer dalam pelayanan publik yang lebih baik. Akuntabilitas disini bukan sekedar kemampuan menunjukkan uang publik dibelanjakan, akan tetapi juga meliputi kemampuan menunjukan bahwa uang publik tersebut telah dibelanjakan secara ekonomis, efisien, dan efektif. Adapun akuntabilitas terdiri dari akuntabilitas program, akuntabilitas kegiatan, dan akuntabilitas keuangan, akuntabilitas kinerja pelayanan publik, akuntabilitas biaya pelayanan publik, dan akuntabilitas laporan pengelolaan keuangan. Untuk itu, diperlukan adanya suatu alat berupa system untuk mengukur bagaimana kinerja sector publik, termasuk juga Badan Layanan Umum. Sistem Pengukuran Kinerja Sektor Publik adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan non finansial. Penilaian kinerja keuangan dijelaskan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 79 Tahun 2018 pasal 18 yaitu diukur paling sedikit meliputi perolehan hasil usaha atau hasil kerja dari layanan yang diberikan (rentabilitas), memenuhi kewajiban jangka pendeknya (likuiditas), memenuhi seluruh kewajibannya (solvabilitas), dan kemampuan penerimaan dari jasa layanan untuk membiayai pengeluaran. Adapun penilaian kinerja non keuangan dengan mengukur paling sedikit berdasarkan perspektif pelanggan, proses internal pelayanan, pembelajaran dan pertumbuhan. Sistem pengukuran kinerja dapat dijadikan alat pengendalian organisasi, karena pengukuran kinerja diperkuat dengan menetapkan reward and punishment systems bagi karyawan yang menjalankannya. Jika ada system reward and punishment systems, sebagian besar karyawan akan termotivasi untuk menjalankan kinerja dengan sebaik mungkin.(Lintang)
Pada artikel kali ini kita akan membahas mengenai bagaimana penilaian tim penilai dalam menilai dokumen yang diajukan oleh calon-calon Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Untuk menjadi calon Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) yang perlu disiapkan adalah 7 (enam) dokumen yaitu : Surat Permohonan Menjadi BLUD Surat Kesanggupan Meningkatkan Kinerja Surat Bersedia untuk Diaudit Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pola Tata Kelola Laporan Keuangan Pokok (LKP) Rencana Strategi Bisnis (RSB) Ketujuh dokumen tersebut adalah dokumen yang akan dinilai oleh tim penilai. Setiap dokumen memiliki unsur-unsur dalam penilaian sendiri. Penilaian ini didasarkan oleh SE Mendagri Nomor 900/2759/SJ tahun 2008. Di dalam peraturan tersebut sudah dijelaskan apa saja unsur yang harus diperhatikan dalam menilai setiap dokumen. Tim Konsultan kami pun melakukan review atas ketujuh dokumen klien didasarkan oleh peraturan tersebut. Di dalam SE Mendagri Nomor 900/2759/SJ tahun 2008 ini juga menjelaskan bobot tiap unsur penilaian. Nilai bobot dokumen adalah pembobotan terhadap dokumen administratif yang berdasarkan pada tingkat kepentingan dokumen dengan menggunakan CARL yaitu kemampuan untuk mencapainya atau yang disebut dengan Capability, bisa diterima atau Acceptability, dapat diandalkan atau Reliability, dan mengandung daya ungkit yang tinggi atau Leverage. Bobot masing-masing persyaratan administratif ini secara keseluruhan adalah : Surat Kesanggupan Meningkatkan Kinerja sebesar 5% Surat Bersedia untuk Diaudit sebesar 5% Standar Pelayanan Minimal (SPM) sebesar 20% Pola Tata Kelola sebesar 20% Laporan Keuangan Pokok (LKP) sebesar 20% Rencana Strategi Bisnis (RSB) sebesar 30% Nilai tiap unsur nya dimulai dari angka 0 (nol) hingga angka 10 (sepuluh). Bobot nilai 0 (Nol) menjelaskan bahwa dokumen yang dinlai tidak memenuhi persyaratan yang diajukan atau isinya tidak sesuai dengan dokumen yang bersangkutan. Bobot nilai 10 (sepuluh) menjelaskan bahwa setiap detail isi dari dokumen telah memenuhi persyaratan atau unsur penilaian dan informasi yang diberikan pun saling terkait dengan dokumen yang lain.
Laporan Realisasi Anggaran BLU menyajikan informasi realisasi pendapatan-LRA, belanja, surplus/defisit-LRA, pembiayaan, dan sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam satu periode. Laporan Realisasi Anggaran (LRA) BLU paling kurang mencakup pos-pos sebagai berikut: Pendapatan-LRA; Belanja; Surplus/defisit-LRA; Penerimaan pembiayaan; Pengeluaran pembiayaan; Pembiayaan neto; dan Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran (SiLPA/SiKPA). Pendapatan BLU yang dikelola sendiri dan tidak disetor ke Kas Negara/Daerah merupakan pendapatan negara/daerah. Pendapatan-LRA pada BLU diakui pada saat pendapatan kas yang diterima BLU diakui sebagai pendapatan oleh unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum Akuntansi pendapatan-LRA dilaksanakan berdasarkan asas bruto, yaitu dengan membukukan penerimaan bruto, dan tidak mencatat jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran). Dalam hal besaran pengurang terhadap pendapatan22 LRA bruto (biaya) bersifat variabel terhadap pendapatan dimaksud dan tidak dapat dianggarkan terlebih dahulu dikecualikan. Khusus untuk pendapatan dari Kerja Sama Operasi (KSO), diakui berdasarkan asas neto dengan terlebih dahulu mengeluarkan bagian pendapatan yang merupakan hak mitra KSO. Penyetoran kas yang berasal dari pendapatan LRA BLU tahun berjalan dibukukan sebagai pengurang SiLPA pada BLU penambah SiLPA pada pemerintah pusat/daerah. Penyetoran kas yang berasal dari pendapatan LRA BLU tahun sebelumnya dibukukan sebagai pengurang Saldo Anggaran Lebih pada BLU dan penambah SAL pada pemerintah pusat/pemerintah daerah. Pendapatan-LRA pada BLU diklasifikasikan menurut jenis pendapatan. Pendapatan-LRA pada BLU merupakan pendapatan bukan pajak. Termasuk pendapatan bukan pajak pada BLU adalah: Pendapatan layanan yang bersumber dari masyarakat; Pendapatan layanan yang bersumber dari entitas akuntansi/entitas pelaporan; Pendapatan hasil kerja sama; Pendapatan yang berasal dari hibah dalam bentuk kas; dan Pendapatan BLU lainnya\ Belanja pada BLU diakui pada saat pengeluaran kas yang dilakukan oleh BLU disahkan oleh unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum. Selisih antara pendapatan-LRA dan belanja pada BLU selama satu periode pelaporan dicatat dalam pos Surplus/Defisit-LRA.(Surya) Referensi : PSAP 13
Apakah yang disebut Badan Layanan Umum (BLU) dan kenapa Laporan Arus Kas BLU menjadi begitu penting? BLU adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Namun meski tak mengutamakan untuk mendapat keuntungan, BLU haruslah memberikan pelayanan yang berkualitas pada masyarakat karena BLU dibangun sebagai cara negara memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Agar lebih leluasa membangun kualitas layanan, maka pemerintah memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas. Tetapi semua pergerakan BLU haruslah berada pada pola penerapan praktik bisnis yang sehat. BLU bekerja berdasar Pasal 68 dan 69 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. UU ini kemudian ditindaklanjuti Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. Asas BLU adalah sebagai berikut: BLU beroperasi sebagai unit kerja kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah untuk tujuan pemberian layanan umum yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang didelegasikan oleh instansi induk yang bersangkutan; BLU merupakan bagian perangkat pencapaian tujuan kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah dan karenanya status hukum BLU tidak terpisah dari Kementerian Negara/lembaga/pemerintah daerah sebagai instansi induk. Menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan pelayanan umum yang didelegasikannya kepada BLU dari segi manfaat layanan yang dihasilkan. Pejabat yang ditunjuk mengelola BLU bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan pemberian layanan umum yang didelegasikan kepadanya oleh Menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota. BLU menyelenggarakan kegiatannya tanpa mengutamakan pencarian keuntungan. Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja dan BLU disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja kementerian negara/lembaga/SKPD/pemerintah daerah. BLU mengelola penyelenggaraan layanan umum sejalan dengan praktik bisnis yang sehat. Laporan Arus Kas BLU menjadi salahsatu tolok ukur keberhasilan BLU menjalankan fungsi pelayanannya. Karena arus kas BLU menjadi sangat penting soalnya laporan ini menyajikan informasi mengenai sumber, penggunaan, perubahan kas, dan setara kas selama satu periode akuntansi, dan saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan pada BLU. Arus masuk dan keluar kas diklasifikasikan berdasarkan aktivitas operasi, investasi, pendanaan, dan transitoris. Laporan ini mendorong kinerja sebuah BLU menjadi jauh lebih efisien dan akan lebih mudah merancang rencana bagi program yang akan dijalankan BLU selanjutnya. (surya/imc)