Berdasarkan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, tujuan nasional atau negara adalah untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, mencerdaskan kehidupan bangsa, berkedaulatan rakyat, dan demokratis dengan mengutamakan kesatuan dan persatuan bangsa. Penyelengaraan tugas-tugas pemerintahan dilaksanakan oleh presiden dalam negara kesatuan Republik Indonesia merupakan bentuk sentralisasi yang berarti seluruh bidang-bidang pemerintahan diselenggarakan oleh pemerintah pusat. Di sisi lain dikenal pula penyelanggaraan tugas-tugas pemerintahan yang tidak hanya dijalankan oleh pemerintah pusat tetapi diselenggarakan oleh pemerintahan daerah dalam bentuk desentralisasi. Desentralisasi dimaksudkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran masyarakat serta peningkatan daya saing daerah dengan memerhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk mewujudkan tujuan nasional maka pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus bersinergi dalam mewujudkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Negara berkewajiban memenuhi kebutuhan setiap warga negara melalui suatu sistem pemerintahan yang mendukung terciptanya penyelengaraan pelayanan publik yang prima dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar dan hak sipil setiap warga negara atas barang publik, jasa publik, dan pelayanan administrasi. Institusi penyelenggara layanan publik dapat digolongkan ke dalam tiga bentuk yakni institusi biroraksi umum dengan derajat otonomi yang terbatas atau tidak sama sekali, BLU/D (Badan Layanan Umum/Daerah) sebagai institusi yang semi otonom dan BUMN/D sebagai institusi publik/negara yang benar-benar otonom yang mengelola setiap sumber daya dan pembuat keputusan (full otonom). Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah pada awalnya merupakan satuan kerja biasa di kementeriaan negara (BLU) dan satuan kerja biasa di Pemerintah Daerah (BLUD). Perbedaan antara instansi birokrasi/pemerintah biasa dengan BLU/BLUD ada pengecualian terhadap tata cara pengelolaan keuangannya. Pola Keuangan Badan Layanan Umum/ Badan Layanan Umum Daerah diberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Satuan kerja instansi pemerintah dapat diizinkan mengelola keuangan dengan PPK-BLU/D apabila memenuhi persyaratan substantif, teknis dan administratif. Kemudian dapat berubah statusnya menjadi BLU/D setelah diusulkan kepada Menteri Keuangan untuk status BLU dan kepada Gubernur, Bupati atau Walikota untuk status BLUD
Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah pada awalnya merupakan satuan kerja biasa di kementeriaan negara (BLU) dan satuan kerja biasa di Pemerintah Daerah (BLUD). Perbedaan antara instansi birokrasi/pemerintah biasa dengan BLU/BLUD ada pengecualian terhadap tata cara pengelolaan keuangannya. Pola Keuangan Badan Layanan Umum/ Badan Layanan Umum Daerah diberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Berikut di bawah ini akan dibahas gambaran umum tentang sumber pendapatan BLU/BLUD dan belanja yang bersumber dari APBN/APBD Penerimaan anggaran yang bersumber dari APBN/APBD diberlakukan sebagai pendapatan BLU/BLUD. Penerimaan yang dimaksud adalah penerimaan yang berasal dari otorisasi kredit anggaran kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah, bukan dari kegiatan pembiayaanAPBN/APBD. Demikian pula pendapatan yang bersumber dari hasil kerjasama BLU/BLUD dengan pihak lain dan/atau hasil usaha lainnya merupakan pendapatan bagi BLU/BLUD yang dapat dikelola langsung untuk membiayai belanja BLU/BLUD sesuai dengan Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA). Sementara itu pendapatan yang diperoleh dari jasa kepada masyarakat dan hibah tidak terkait dengan layanan yang diperoleh dari masyarakat atau dari badan lain, merupakan pendapatan operasional. Pendapatan operasional tersebut dilaporkan sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) kementerian/lembaga atau penerimaan bukan pajak dari pemerintah daerah. Belanja BLU/BLUD terdiri dari unsur biaya yang sesuai dengan struktur biaya yang tertuang dalam RBA definitif, yang pengelolaannya bersifat fleksibel berdasarkan kesetaraan antara volume kegiatan pelayanan dengan jumlah pengeluaran sesuai dengan praktek bisnis yang sehat. Pengertian fleksibilitas pengelolaan belanja berlaku dalam ambang batas sesuai dengan yang ditetapkan dalam RBA, sehingga kalau belanja akan melampaui ambang batas RBA harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Menteri Keuangan untuk BLU dan gubernur, bupati/walikota untuk BLUD atas usulan menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya. Selanjutnya dalam hal terjadi kekurangan anggaran, BLU dapat mengajukan usulan tambahan anggaran dari APBN/APBD kepada Menteri Keuangan/PPKD melalui menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya. Belanja BLU/BLUD dilaporkan sebagai belanja barang dan jasa kementerian negara/lembaga/SKPD/ Pemerintah Daerah. Ketentuan tersebut dapat dilihat dalam Pasal 14 dan 15 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU.
Sabtu, 5 Januari 2019 - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mendorong pemerintah provinsi segera mengubah sekolah menengah kejuruan (SMK) dengan Teaching Factory unggulan untuk menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Pengertian Teaching Factory (TEFA) adalah model pembelajaran berbasis produk (barang/jasa) melalui sinergi sekolah dengan industri untuk menghasilkan lulusan yang kompeten sesuai dengan kebutuhan industri. Sedangkan BLUD adalah sistem yang diterapkan oleh satuan kerja perangkat daerah atau unit satuan kerja perangkat daerah pada satuan kerja perangkat daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang mempunyai fleksibilitas dalam pola pengelolaan keuangan sebagai pengecualian dari ketentuan Pengelolaan Keuangan Daerah pada umumnya. Selain kompetensi, melalui TEFA siswa akan dilatih untuk melakukan proses produksi selayaknya industri. "Produk yang dihasilkan tidak lagi menjadi produk hasil praktik saja, tetapi juga menjadi produk yang dipasarkan secara umum karena memenuhi standar industri," kata Menteri Muhadjir, Sabtu (5/1). Dia mengungkapkan, cukup banyak karya siswa SMK yang sudah layak dipatenkan dan bisa diproduksi lebih banyak. Dengan demikian bentuk BLUD sangat cocok bagi SMK yang telah mampu mengembangkan TEFA. "Saya sarankan SMK yang sudah menerima bantuan revitalisasi dari pemerintah bisa segera menjadi Badan Layanan Umum Daerah atau BLUD yang mampu menghasilkan. Nantinya digunakan untuk pemeliharaan dan pengembangan SMK itu," tuturnya. Melalui BLUD, SMK yang memiliki produk-produk unggulan bisa mengelola proses produksi di TEFA secara lebih fleksibel tanpa melanggar peraturan. Kemendikbud terus mendorong SMK yang layak untuk menjadi BLUD. Sesuai dengan kewenangan, maka regulasi ditetapkan oleh pemerintah daerah, yakni gubernur. "Karena sekolah di bawah tanggung jawab provinsi, maka aturannya adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri. Permendagri yang terbaru, yakni Permendagri Nomor 79 Tahun 2018 tentang Badan Layanan Umum Daerah. Kami akan dorong terus," jelas Direktur Pembinaan SMK M Bakrun Ditambahkan Bakrun, Provinsi Jawa Timur menjadi percontohan pembentukan BLUD di 20 SMK pada 2017 lalu. Pihaknya terus mendorong Provinsi Jawa Tengah untuk mengubah SMK unggulannya menjadi BLUD
Pembelajaran Teaching Factory adalah model pembelajaran di SMK berbasis produksi/jasa yang mengacu pada standar dan prosedur yang berlaku di industri dan dilaksanakan dalam suasana seperti yang terjadi di industri. Pelaksanaan Teaching Factory menuntut keterlibatan mutlak pihak industri sebagai pihak yang relevan menilai kualitas hasil pendidikan di SMK. Pelaksanaan Teaching Factory (TEFA) juga harus melibatkan pemerintah, pemerintah daerah dan stakeholders dalam pembuatan regulasi, perencanaan, implementasi maupun evaluasinya. Pelaksanaan Teaching Factory sesuai Panduan TEFA Direktorat PMK terbagi atas 4 model, dan dapat digunakan sebagai alat pemetaan SMK yang telah melaksanakan TEFA. Adapun model tersebut adalah sebagai berikut: Model pertama, Dual Sistem dalam bentuk praktik kerja lapangan adalah pola pembelajaran kejuruan di tempat kerja yang dikenal sebagai experience based training atau enterprise based training. Model kedua, Competency Based Training (CBT) atau pelatihan berbasis kompetensi merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menekankan pada pengembangan dan peningkatan keterampilan dan pengetahuan peserta didik sesuai dengan kebutuhan pekerjaan. Pada model ini, penilaian peserta didik dirancang untuk memastikan bahwa setiap peserta didik telah mencapai keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan pada setiap unit kompetensi yang ditempuh. Model ketiga, Production Based Education and Training (PBET) merupakan pendekatan pembelajaran berbasis produksi. Kompetensi yang telah dimliki oleh peserta didik perlu diperkuat dan dipastikan keterampilannya dengan memberikan pengetahuan pembuatan produk nyata yang dibutuhkan dunia kerja (industri dan masyarakat). Model keempat, Teaching Factory adalah konsep pembelajaran berbasis industri (produk dan jasa) melalui sinergi sekolah dan industri untuk menghasilkan lulusan yang kompeten dengan kebutuhan pasar. Selama ini, menurut Mendikbud, cukup banyak SMK dengan teaching factory yang cukup maju beroperasi layaknya industri. Agar pemasukan yang didapatkan dari penjualan hasil produksi teaching factory tidak dikategorikan sebagai penyimpangan pengelolaan keuangan maka perlu mendorong SMK dengan teaching factory menjadi Badan Layanan Umum Daerah (Penjelasan lebih lanjut dalam artikel Kemendikbud Dorong SMK Negeri Menjadi BLUD)referensi : Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2018 Tentang Badan Layanan Umum Daerah (Lampiran)
Menurut Peraturan dalam Negeri (Permendagri) No 79 tahun 2018 Unit Pelaksana Teknis Dinas / Badan Daerah yang menerapkan BLUD wajib menyusun RBA yang mengacu pada Rencana Strategis. BLUD harus menyusun Rincian Pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan yang nantinya akan dikonsolidasikan menjadi RBA. Mekanisme pengajuan dan penetapan RBA BLUD adalah sebagai berikut : Pendapatan BLUD yang telah disusun harus di integrasikan / di konsolidasikan ke dalam RKA SKPD pada akun pendapatan daerah pada kode rekening kelompok pendapatan asli daerah pada jenis lain pendapatan asli daerah yang sah dengan obyek pendapatan dari BLUD. Belanja BLUD yang sumber dananya berasal dari pendapatan BLUD dan sisa lebih perhitungan anggaran BLUD, harus di integrasikan / di konsolidasikan pula ke dalam RKA SKPD pada akun belanja daerah yang selanjutnya dirinci dalam 1 (satu) program, 1 (satu) kegiatan, 1 (satu) output dan jenis belanja. Belanja BLUD dialokasikan untuk membiayai program peningkatan pelayanan serta kegiatan pelayanan dan pendukung pelayanan. Pembiayaan BLUD di konsolidasikan ke dalam RKA SKPD, selanjutnya diintegrasikan / dikonsolidasikan pada akun pembiayaan pada Satuan Kerja Pengelolaan Keuangan Daerah selaku Bendahara Umum Daerah. Rincian Pendapatan, belanja, dan pembiayaan akan membentuk RBA. RBA di konsolidasikan dan merupakan kesatuan dari RKA. RKA beserta RBA disampaikan kepada PPKD sebagai bahan penyusunan rancangan peraturan daerah tentang APBD. PPKD menyampaikan RKA beserta RBA kepada tim anggaran pemerintah daerah untuk dilakukan penelaahan. Hasil penelaahan antara lain digunakan sebagai dasar pertimbangan alokasi dana APBD untuk BLUD. Tim anggaran pemerintah daerah menyampaikan kembali RKA beserta RBA yang telah dilakukan penelaahan kepada PPKD untuk dicantumkan dalam rancangan peraturan daerah tentang APBD yang selanjutnya ditetapkan menjadi Peraturan Daerah tentang APBD. Tahapan dan jadwal proses penyusunan dan penetapan RBA mengikuti tahapan dan jadwal proses penyusunan dan perretapan APBD. Ketentuan lebih lanjut me ngenai penyusunan, pengajuan, penetapan, perubahan RBA BLUD diatur dengan Peraturan Kepala Daerarh.
Revaluasi Aset adalah penilaian kembali aset tetap perusahaan, yang diakibatkan adanya kenaikan nilai aset tetap tersebut di pasaran atau karena rendahnya nilai aset tetap dalam laporan keuangan perusahaan yang disebabkan oleh devaluasi atau sebab lain, sehingga nilai aset tetap dalam laporan keuangan tidak lagi sama dengan harga perolehannya. Hal ini dilakukan akibat adanya kenaikan nilai aset tetap di pasaran atau karena rendahnya nilai aset tetap dalam laporan keuangan perusahaan. Tujuan utama dari revaluasi aset adalah agar perusahaan dapat melakukan penghitungan penghasilan dan biaya secara lebih wajar. Dengan begitu, hasil revaluasi aset bisa mencerminkan nilai dan kemampuan perusahaan yang sebenarnya. Dalam sudut pandang BLU, penilaian aset tetap masih menjadi perdebatan karena ada aturan yang memperbolehkan revaluasi dan ada pula aturan yang tidak memperbolehkan dilakukannya revaluasi terhadap aset tetap BLU. Menurut Paragraf 27 PSAP 07 Lampiran I PP Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah, menyatakan bahwa “Untuk keperluan penyusunan neraca awal suatu entitas, biaya perolehan aset tetap digunakan adalah nilai wajar pada saat neraca awal tersebut disusun. Untuk periode selanjutnya setelah tanggal neraca awal, atas perolehan aset tetap baru, suatu entitas menggunakan biaya perolehan atau harga wajar bila biaya perolehan tidak ada.” Penyusunan neraca awal pemerintah daerah mengacu pada Buletin Teknis SAP Nomor 2 tentang Penyusunan Neraca Awal Pemerintah Daerah. Selanjutnya Menurut Paragraf 59 PSAP 07 tentang Akuntansi Aset Tetap menyatakan bahwa “Penilaian kembali atau revaluasi aset tetap pada umumnya tidak diperkenankan karena Standar Akuntansi Pemerintahan menganut penilaian aset berdasarkan biaya perolehan atau harga pertukaran. Penyimpangan dari ketentuan ini mungkin dilakukan berdasarkan ketentuan pemerintah yang berlaku secara nasional. Dalam hal disajikan menyimpang dari konsep harga perolehan maka BLU Bidang Pendanaan Sekretariat BPJT harus menjelaskan penyimpangan tersebut serta pengaruhnya terhadap informasi keuangan BLUBidang Pendanaan Sekretariat BPJT. Selisih antara nilai revaluasi dengan nilai buku (nilai tercatat) aset dibukukan dalam akun ekuitas.” Berkatian dengan adanya pengecualian dalam melakukan revaluasi aset tetap yang dijelaskan pada PSAP, maka Badan Layanan Umum (BLU) merujuk pada peraturan dapat menerapkan revaluasi aset tetap karena memiliki peraturan yang berlaku secara nasional yang memang memberi kesempatan BLU untuk melaksanakan revaluasi. Peraturan Pemerintah (PP) nomor 23 tahun 2005 menjelaskan bahwa BLU merupakan instansi di lingkungan pemerintah yang difokuskan pada pelayanan kepada masyarakat yang berupa penyediaan barang dan/atau jasa dan tanpa mencari keuntungan. BLU dibentuk supaya dalam pelayanannya terdapat peningkatan efisiensi dan produktivitas dari jenis pelayanan yang diberikan.
Menurut Peraturan dalam Negeri (Permendagri) No 79 tahun 2018 Unit Pelaksana Teknis Dinas / Badan Daerah yang menerapkan BLUD wajib menyusun RBA yang mengacu pada Rencana Strategis. Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) merupakan rencana jangka pendek satu tahunan sebagai implementasi rencana jangka panjang lima tahunan yang tertuang dalam dokumen Rencana Strategis. RBA disusun berdasarkan: Anggaran berbasis kinerja Anggaran berbasis kinerja merupakan analisis kegiatan yang berorientasi pada pencapaian output dengan penggunaan sumber daya secara efisien. Standar satuan harga Standar satuan harga merupakan harga satuan setiap unit barang / jasa yang berlaku di suatu daerah. Jika Badan Layanan Umum Daerah belum menyusun standar satuan harga maka Badan Layanan Umum Daerah dapat menggunakan standar satuan harga yang ditetapkan oleh keputusan kepala daerah. Kebutuhan belanja dan kemampuan pendapatan yang diperkirakan akan diperoleh dari layanan yang diberikan kepada masyarakat, hibah, hasil kerja sama dengan pihak lain dan/atau hasil usaha lainnya, APBD, dan sumber pendapatan BLUD lainnya. Kebutuhan belanja dan kemampuan pendapatan merupakan pagu belanja yang dirinci menurut belanja operasi (belanja pegawai, belanja barang dan jasa, belanja bunga) dan belanja modal. Struktur Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) meliputi : Ringkasan pendapatan, belanja dan pembiayaan Rincian anggaran pendapatan, belanja dan pembiayaan Rincian anggaran pendapatan, belanja dan pembiayaan merupakan rencana anggaran untuk seluruh kegiatan tahunan yang dinyatakan dalam satuan uang yang tercermin dari rencana pendapatan, belanja dan pembiayaan. Perkiraan harga Perkiraan harga merupakan estimasi harga jual produk barang / jasa setelah memperhitungkan biaya per satuan dan tingkat margin yang ditentukan seperti tercermin dari tarif layanan. Besaran persentase ambang batas Besaran persentase ambang batas merupakan besaran persentase perubahan anggaran bersumber dari pendapatan operasional yang diperkenankan dan ditentukan dengan mempertimbangkan fluktuasi kegiatan operasional BLUD. Perkiraan maju Perkiraan maju merupakan perhitungan kebutuhan dana untuk tahun anggaran berikutnya dari tahun yang direncanakan guna memastikan kesinambungan programdan kegiatan yang telah disetujui dan menjadi dasar penyusunan anggaran tahun berikutnya.
Permendagri 79 tahun 2018 Pasal 97 Ayat (2) Dalam hal anggaran BLUD diperkirakan defisit, ditetapkan pembiayaan untuk menutupi defisit tersebut antara lain dapat bersumber dari sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya dan penerimaan pinjaman. Pembiayaan (financing) adalah seluruh transaksi keuangan pemerintah, baik penerimaan maupun pengeluaran, yang perlu dibayar atau akan diterima kembali, yang dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit dan atau memanfaatkan surplus anggaran. Menurut Permendagri 79 tahun 2018 Pasal 56, Pembiayaan BLUD terdiri dari : Penerimaan Pembiayaan Penerimaan Pembiayaan adalah semua penerimaan kas/bank yang berasal dari : Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) tahun sebelumnya Misalnya dalam RBA BLUD terdapat defisit anggaran sebesar Rp 1 Miliar, maka defisit ditutup dengan penerimaan pembiayaan berupa SILPA sebesar Rp 1 Miliar pula, maka tidak akan ada defisit anggaran. SILPA digunakan dan dianggarkan pada saat penyusunan RBA Perubahan. Divestasi Divestasi adalah pengurangan beberapa jenis aset dalam bentuk keuangan atau barang, dapat berupa penjualan aset tetap atau penghapusan aset tetap. Penerimaan Utang / Pinjaman Utang / Pinjaman Bank digunakan untuk membiayai Belanja Operasi dan Belanja Modal BLUD. Pengeluaran Pembiayaan Pengeluaran Pembiayaan meliputi Investasi Investasi adalah suatu istilah dengan beberapa pengertian yang berhubungan dengan keuangan dan ekonomi. Istilah tersebut berkaitan dengan akumulasi suatu bentuk aktiva dengan suatu harapan mendapatkan keuntungan pada masa depan. Terkadang, investasi disebut juga sebagai penanaman modal. Investasi bisa berupa pembelian aset tetap dan deposito atau investasi berupa saham / obligasi. Pembayaran pokok utang / pinjaman Pengeluaran kas/bank guna membayar pokok utang / pinjaman yang telah diterima BLUD yang pembayarannya dengan cara angsuran. Pembayaran pokok utang / pinjaman harus dianggarkan dalam RBA pada saat terjadi penerimaan pembiayaan berupa utang / pinjaman. Pengakuan Pembiayaan BLUD Penerimaan pembiayaan pada BLUD diakui pada saat kas yang diterima BLUD disahkan oleh unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum. Pengeluaran pembiayaan pada BLUD diakui pada saat pengeluaran pembiayaan disahkan oleh unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum. Penambahan pokok investasi yang berasal dari pendapatan BLUD diakui sebagai pengeluaran pembiayaan. Selisih lebih / kurang antara penerimaan dan pengeluaran pembiayaan selama satu periode pelaporan dicatat dalam Pembiayaan Neto. Selisih lebih / kurang antara realisasi pendapatan-LRA dan Belanja, serta penerimaan dan pengeluaran pembiayaan selama satu periode pelaporan dicatat dalam pos SiLPA/SiKPA.
Menurut Buletin Teknis No 14 Akuntansi Kas, Transaksi kas Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu transaksi penerimaan kas dan transaksi pengeluaran kas. Transaksi penerimaan kas adalah transaksi yang menambah saldo uang Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) pada Rekening Penerimaan BLUD. Transaksi pengeluaran kas adalah transaksi yang mengurangi saldo uang Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) pada Rekening Pengeluaran BLUD. Pada artikel kali ini akan menjelaskan karakteristik yang dapat mempengaruhi transaksi pengeluaran kas. Transaksi pengeluaran kas dapat dipengaruhi oleh: Transaksi Belanja Negara/Daerah Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) yang mengurangi ekuitas dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh BLUD. Transaksi Pengeluaran Pembiayaan Pengeluaran pembiayaan adalah semua pengeluaran Rekening Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) antara lain pemberian pinjaman kepada pihak ketiga, penyertaan modal pemerintah, pembayaran kembali pokok pinjaman dalam periode tahun anggaran tertentu, dan pembentukan dana cadangan. Transaksi Pengeluaran Transfer Pengeluaran transfer atau transfer keluar adalah pengeluaran kas dari entitas pelaporan ke entitas pelaporan lain dalam pemerintahan seperti pengeluaran dana perimbangan oleh pemerintah pusat dan dana bagi hasil oleh pemerintah daerah. Transaksi Pengeluaran Lainnya/Non Anggaran Pengeluaran Lainnya/Non Anggaran adalah pengeluaran kas yang tidak mempengaruhi anggaran pendapatan, belanja, pengeluaran pembiayaan dan pengeluaran transfer pemerintah, antara lain pengeluaran perhitungan pihak ketiga. Transaksi pengeluaran Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) akan dibukukan/dicatat oleh bendahara pengeluaran Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) dan akan dilaporkan dalam bentuk Surat Pertanggung Jawaban (SPTJ) Belanja setiap 1 bulan sekali kepada pemimpin Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Pelaporan SPTJ Belanja harus dilampiri dengan beberapa laporan yang terdiri dari : Rekapitulasi Belanja Ringkasan Belanja Rincian Belanja BKU Belanja Ringkasan Pembiayaan Rincian Pembiayaan