ARTIKEL

Artikel
Syncore Indonesia

Penyusunan Rencana Bisnis Dan Anggaran Badan Layanan Umum

Penyusunan Rencana Bisnis Dan Anggaran Badan Layanan Umum

Rencana Bisnis dan Anggaran Badan Layanan Umum yang selanjutnya disingkat RBA adalah dokumen perencanaan bisnis dan penganggaran yang berisi program, kegiatan, target kinerja, dan anggaran suatu Satker BLU. Rencana bisnis dan anggaran definitif adalah Rencana Bisnis dan Anggaran Badan Layanan Umum yang telah disesuaikan dengan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga dan Keputusan Presiden mengenai Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat dan telah disahkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan. Pola Anggaran Fleksibel (flexible budget) adalah pola anggaran yang penganggaran belanjanya dapat bertambah atau berkurang dari yang dianggarkan sepanjang pendapatan terkait bertambah atau berkurang, setidaknya proporsional. Persentase Ambang Batas adalah besaran persentase realisasi belanja yang diperkirakan melebihi anggaran dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Badan Layana Umum. Penyusunan RBA dilakukan melalui metode top down dan bottom up yang dimulai dari: policy statement oleh pimpinan; tingkat pusat pertanggungjawaban; komite anggaran yaitu suatu panitia anggaran yang mempunyai tugas untuk mengarahkan dan mengevaluasi anggaran; tingkat direksi dan dewan pengawas. RBA disusun berdasarkan: basis kinerja dan perhitungan akuntansi biaya menurut jenis layananannya; kebutuhan dan kemampuan pendapatan yang diperkirakan akan diterima; dan basis akrual. Standar biaya layanannya berdasarkan perhitungan akuntansi biaya ditetapkan oleh pimpinan BLU. RBA paling sedikit memuat: seluruh program dan kegiatan; target kinerja (output); kondisi kinerja BLU tahun berjalan; asumsi makro dan mikro; kebutuhan belanja dan kemampuan pendapatan; perkiraan biaya; dan prakiraan maju (forward estimate). Keterangan: Rumusan program dan kegiatan, dan target kinerja (output) harus sama dengan rumusan program, kegiatan dan target kinerja yang ada dalam RKA-K/L. Kondisi kinerja BLU tahun berjalan merupakan uraian gambaran mengenai capaian kinerja per unit kerja pada Satker BLU. Asumsi makro merupakan data atau informasi atas indikator ekonomi yang berhubungan dengan aktivitas perekonomian nasional atau global secara keseluruhan. Asumsi mikro merupakan data atau informasi atas indikator ekonomi yang berhubungan dengan aktivitas Satker BLU. Kebutuhan belanja dan kemampuan pendapatan yang disusun menggunakan basis kas yang akan menjadi menjadi data masukan untuk pengisian Kertas Kerja RKA-K/L. Perkiraan biaya disusun menggunakan basis akrual. Prakiraan maju untuk kebutuhan belanja dan kemampuan pendapatan dicantumkan dalam RBA sampai dengan 3 (tiga) tahun ke depan. Referensi : Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2013 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Bisnis Dan Anggaran Badan Layanan Umum Di Lingkungan Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan

Pedoman Pengelolaan Dana Bergulir Pada Badan Layanan Umum

Pedoman Pengelolaan Dana Bergulir Pada Badan Layanan Umum

Dana Bergulir adalah dana yang dialokasikan oleh Kementerian Negara/ Lembaga/ Satuan Kerja Badan Layanan Umum untuk kegiatan perkuatan modal usaha bagi koperasi, usaha mikro, kecil, menengah, dan usaha lainnya yang berada di bawah pembinaan Kementerian Negara/ Lembaga. Dana Bergulir bertujuan untuk membantu perkuatan modal usaha guna pemberdayaan koperasi, usaha mikro, kecil, menengah, dan usaha lainnya dalam upaya penanggulangan kemiskinan, pengangguran, dan pengembangan ekonomi nasional. Suatu dana dikategorikan sebagai Dana Bergulir jika memenuhi karakteristik sebagai berikut: merupakan bagian dari keuangan negara dicantumkan dalam APBN dan/atau laporan keuangan dimiliki, dikuasai, dikendalikan dan/atau dikelola oleh PA/KPA disalurkan/dipinjamkan kepada masyarakat/kelompok masyarakat, ditagih kembali dengan atau tanpa nilai tambah, dan digulirkan kembali kepada masyarakat/kelompok masyarakat (revolving fund) ditujukan untuk perkuatan modal koperasi, usaha mikro, kecil, menengah dan usaha lainnya, dapat ditarik kembali pada suatu saat Pengguna Anggaran/ Kuasa Pengguna Anggaran BLU dapat menyalurkan Dana Bergulir kepada penerima Dana Bergulir dengan atau tanpa lembaga perantara. Lembaga perantara dapat berupa lembaga keuangan bank, lembaga keuangan non-bank, atau satuan kerja pemerintah daerah di bidang pembiayaan yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD). Lembaga perantara berupa lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non-bank dapat berfungsi sebagai penyalur (channeling) atau pelaksana pengguliran dana (executing). Lembaga perantara berupa satuan kerja pemerintah daerah di bidang pembiayaan yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD) hanya berfungsi sebagai penyalur dana (channeling). Lembaga perantara berfungsi sebagai penyalur dana (channeling) dalam hal lembaga tersebut hanya menyalurkan dan menagih kembali Dana Bergulir kepada/dari penerima Dana Bergulir dan tidak bertanggung jawab menetapkan penerima Dana Bergulir, serta tidak menanggung risiko terhadap pinjaman/pembiayaan yang disalurkan. Lembaga perantara berfungsi sebagai pelaksana pengguliran dana (executing) dalam hal lembaga tersebut mempunyai tanggung jawab menyeleksi dan menetapkan penerima Dana Bergulir, menyalurkan dan menagih kembali Dana Bergulir, serta menanggung risiko terhadap tidak tertagihnya dana bergulir. Dalam rangka penyusunan laporan keuangan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan, akuntansi untuk transaksi Dana Bergulir adalah sebagai berikut : Pengeluaran untuk Dana bergulir yang bersumber dari Rupiah Murni, hibah, dan pendapatan dari Dana Bergulir dilaporkan sebagai Pengeluaran Pembiayaan pada Laporan Realisasi Anggaran. Pengeluaran untuk Dana Bergulir yang bersumber dari penarikan kembali pokok Dana Bergulir, saldo pokok pembiayaan yang diterima dari APBN, dan sumber lainnya yang telah dipertanggungjawabkan dalam laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN tidak dilaporkan dalam laporan Realisasi Anggaran, cukup dalam laporan keuangan Satker BLU sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan. Dana Bergulir yang terbentuk sebagai akibat pengeluaran dilaporkan sebagai Investasi Jangka Panjang Non-Permanen pada Neraca. Dana Bergulir yang disalurkan oleh Satker BLU dilaporkan sebagai piutang dana bergulir pada Neraca sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan. Pengelolaan piutang Dana Bergulir, mengacu kepada Peraturan Menteri Keuangan tentang Pengelolaan piutang BLU. Penerimaan kembali pokok Dana Bergulir yang ditagih dari penerima Dana Bergulir tidak dicatat oleh Satker BLU sebagai Penerimaan Pembiayaan pada Laporan Realisasi Anggaran dan tidak mengurangi Dana Bergulir di Neraca, tetapi harus diungkapkan secara jelas dalam Catatan atas Laporan Keuangan, dan penerimaan dimaksud harus dilaporkan dalam laporan keuangan Satker BLU sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan. Penerimaan pendapatan, berupa bunga, bagi hasil, dan hasil lainnya yang diterima dari Dana Bergulir dilaporkan sebagai pendapatan pada Laporan Realisasi Anggaran. Pengeluaran untuk keperluan operasional Satuan kerja BLU yang bersumber dari pendapatan Dana Bergulir dilaporkan sebagai Belanja Barang dan Jasa dan/atau Belanja Modal pada Laporan Realisasi Anggaran. Referensi : Peraturan Menteri Keuangan Nomor 218 PMK. 05 Tahun 2009

Pengajuan, Pengkajian Dan Penetapan Rencana Bisnis Dan Anggaran

Pengajuan, Pengkajian Dan Penetapan Rencana Bisnis Dan Anggaran

Dalam pengajuan, pengkajian dan penetapan rencana bisnis dan anggaran, ada beberapa tahapan yang dilakukan. Pimpinan BLU mengajukan usulan RBA kepada menteri/pimpinan lembaga untuk dibahas sebagai bagian dari RKA-K/L. Usulan RBA disertai dengan usulan standar pelayanan minimal, tarif, dan/atau biaya dari keluaran (output) yang akan dihasilkan. RBA yang diajukan kepada menteri/pimpinan lembaga ditandatangani oleh Pemimpin BLU, dan diketahui oleh Dewan Pengawas atau pejabat yang ditunjuk oleh menteri/pimpinan lembaga jika BLU tidak mempunyai Dewan Pengawas. RBA dan Ikhtisar RBA yang merupakan bagian dari RKA-K/L yang telah disetujui dan ditandatangani oleh menteri/pimpinan lembaga diajukan kepada Menteri Keuangan, Direktur Jenderal Anggaran. Pengajuan RBA dan Ikhtisar RBA dilaksanakan sesuai dengan jadwal dalam ketentuan penyusunan RKA-K/L. Direktorat Jenderal Anggaran mengkaji RBA dan Ikhtisar RBA. Pengkajian RBA dan Ikhtisar RBA terutama mencakup standar biaya dan anggaran BLU, kinerja keuangan BLU, serta besaran Persentase Ambang Batas. Besaran Persentase Ambang Batas ditentukan dengan mempertimbangkan fluktuasi kegiatan operasional BLU. Pengkajian dilakukan dalam rapat pembahasan bersama antara Direktorat Jenderal Anggaran dengan unit yang berwenang pada Kementerian Negara/Lembaga serta BLU yang bersangkutan. Dalam rangka pengkajian RBA dan Ikhtisar RBA Direktorat Jenderal Anggaran dapat mengikutsertakan Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Hasil kajian atas RBA dan Ikhtisar RBA menjadi dasar dalam rangka pemrosesan RKA-K/L sebagai bagian dari mekanisme pengajuan dan penetapan APBN. Setelah APBN dan/atau Keputusan Presiden mengenai Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat ditetapkan, pimpinan BLU melakukan penyesuaian atas RBA dan Ikhtisar RBA menjadi RBA dan Ikhtisar RBA definitif. RBA dan Ikhtisar RBA definitif ditandatangani oleh Pemimpin BLU, diketahui oleh Dewan Pengawas, dan disetujui menteri/pimpinan lembaga. Dalam hal BLU tidak mempunyai Dewan Pengawas maka RBA dan Ikthisar RBA definitif ditandatangani oleh Pemimpin BLU, diketahui oleh pejabat yang ditunjuk oleh menteri/pimpinan lembaga, dan disetujui menteri/pimpinan lembaga. Menteri/pimpinan lembaga menyampaikan RBA dan Ikthisar RBA definitif kepada Menteri Keuangan, Direktur Jenderal Anggaran dan Direktur Jenderal Perbendaharaan. RBA definitif merupakan dasar melakukan kegiatan BLU. Referensi : PMK No. 92 TAHUN 2011

Persiapan RSUD Untuk Penerapan PPK BLUD

Persiapan RSUD Untuk Penerapan PPK BLUD

BLUD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang/ jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam pelaksanaan kegiatannya didasarkan prinsip efisiensi dan produktivitas. Dalam pelaksanaan pola pengelolaan keuangan (PPK), BLUD diberikan fleksibilitas antara lain berupa pengelolaan pendapatan dan biaya, pengelolaan kas, pengelolaan utang, pengelolaan piutang, pengelolaan investasi, pengadaan barang dan/atau jasa, pengelolaan barang, penyusunan akuntansi, pelaporan dan pertanggungjawaban, pengelolaan sisa kas di akhir tahun anggaran dan defisit, kerjasama dengan pihak lain, pengelolaan dana secara langsung serta perumusan standar, kebijakan, sistem dan prosedur pengelolaan keuangan. Hal ini juga telah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri 79 Tahun 2018. Sejak ditetapkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri 79 Tahun 2018 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan tersebut, beberapa SKPD yang memberi pelayanan langsung pada masyarakat telah menerapkan PPK-BLUD. Salah satu dari jenis pelayanan yang dapat menerapkan PPK-BLUD adalah pelayanan bidang kesehatan yaitu Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD). Namun demikian, dalam implementasinya belum semuanya berjalan optimal. Alasan yang mendasari hal tersebut diantaranya adalah masih terbatasnya kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang dapat memahami kegiatan ooperasional BLUD. Alasan yang lain juga dapat disebabkan dari faktor eksternal di luar BLUD itu sendiri yaitu seperti Kepala Daerah, Ketua/Anggota DBRD, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) dan SKPD lain yang terkait dalam penerapan PPK-BLUD belum semuanya memahami esensi, makna dan operasional dalam penerapan PPK-BLUD. Dalam implementasi PPK-BLUD perlu diketahui bahwa ada tiga syarat yang harus dipenuhi oleh unit kerja seperti RSUD yaitu subtantif, teknis dan administratif. Syarat subtantif terdiri dari penyediaan barang/jasa layanan umum, pengelolaan wilayah tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat atau layanan umum serta pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi/ pelayanan kepada masyarakat. Syarat teknis terdiri dari kelayakan pengelolaan kinerja pelayanan dan peningkatan pencapaiannya melalui BLU serta kinerja keuangan satuan kerja instansi yang bersangkutan telah sehat sebagaimana ditunjukkan dalam dokumen usulan untuk penetapan BLU. Syarat yang terakhir adalah syarat administratif yaitu pembuatan dan penyampaian dokumen yang meliputi Surat Pernyataan Kesanggupan untuk meningkatkan kinerja, Rencana Strategi Bisnis (RSB), Standar Pelayanan Minimal (SPM), Pola Tata Kelola, Laporan Keuangan Pokok, serta Laporan Keuangan auditan atau Surat Pernyataan Kesanggupan untuk diaudit. Semua syarat tersebuut harus dipenuhi agar implementasi PPK-BLUD di RSUD dapat berjalan dengan baik.

Pentingnya Standar Pelayanan Minimal Pada Rumah Sakit Umum

Pentingnya Standar Pelayanan Minimal Pada Rumah Sakit Umum

Sebagai bentuk Badan Layanan Umum, Rumah sakit diwajibkan untuk memiliki dan memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM). Latar belakang dibuatnya standar pelayanan minimal dibidang kesehatan ini dapat dilihat dari tiga sudut pandang, yaitu dari peraturan perundang-undangan, pelayanan kesehatan dan pelayanan rumah sakit sebagai pelayanan publik, dan sebagai konsekuensi atas perubahan kelembagaan rumah sakit menjadi Badan Layanan Umum. Diterapkannya peraturan perundang-undangan mengenai otonomi daerah, untuk menjamin akuntabilitas daerah maka perlu disusunnya standar pelayanan minimal. Untuk menjamin standar pelayanan minimal di bidang kesehatan maka diterbitkan Kepmenkes No. 129 tahun 2008 tentang pedoman penetapan standar pelayanan minimal. Sebagai badan layanan publik, rumah sakit harus memberikan pelayanan kesehatan yang maksimal dan memuaskan kepada masyarakat sehingga sangat penting untuk diperhatikan bahwa sebuah rumah sakit harus memiliki standar pelayanan agar menjamin kepuasan dan keamanan pasien. Standar pelayanan minimal juga merupakan konsekuensi atas ditetapkannya rumah sakit menjadi Badan Layanan Umum (BLU). Ditetapkannya rumah sakit sebagai badan layanan umum, rumah sakit harus dapat menunjukkan akuntabilitasnya baik secara teknis maupun keuangan, terhadap pemerintah dan terhadap masyarakat. Adanya standar pelayanan minimal dapat dijadikan indikator dan target pencapaian kinerja yang dapat diterima oleh pemerintah dan masyarakat dengan optimalisasi dan pengembangan sumber daya dan prosedur pelayanan yang ada. Menurut Kepmenkes No. 129 Tahun 2008 tentang pedoman penetapan standar pelayanan minimal, standar pelayanan minimal adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Juga merupakan spesifikasi teknis tentang tolak ukur pelayanan minimum yang diberikan oleh Badan Layanan Umum kepada masyarakat. Jenis – jenis pelayanan rumah sakit yang minimal wajib disediakan oleh rumah sakit meliputi: Pelayanan gawat darurat Pelayanan rawat jalan Pelayanan rawat inap Pelayanan bedah Pelayanan persalinan dan perinatologi Pelayanan intensif Pelayanan radiologi Pelayanan laboratorium patologi klinik Pelayanan rehabilitasi medik Pelayanan farmasi Pelayanan gizi Pelayanan transfusi darah Pelayanan keluarga miskin Pelayanan rekam medis Pengelolaan limbah Pelayanan administrasi manajemen Pelayanan ambulans/kereta jenazah Pelayanan pemulasaraan jenazah Pelayanan laundry Pelayanan pemeliharaan sarana rumah sakit Pencegah Pengendalian Infeksi Kepala daerah juga bertanggungjawab atas penyelenggaraan standar pelyanan minimal yang dikoordinasikan dengan dinas kesehatan untuk memastikan bahwa standar pelayanan minimal yang telah ditetapkan telah berjalan dengan seharusnya.

Menyusun Dokumen Rencana Strategi Pada BLUD

Menyusun Dokumen Rencana Strategi Pada BLUD

Satuan Kerja Perangkat Daerah, yang selanjutnya disebut SKPD sebelum menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) diharuskan memenuhi persyaratan administratif seperti yang tercantum dalam Permendagri No. 79 Tahun 2018 pasal 36 salah satunya disebutkan pada huruf c adalah menyusun Renstra. Renstra merupakan perencanaan 5 (lima) tahun yang disusun untuk menjelaskan strategi pengelolaan BLUD dengan mempertimbangkan alokasi sumber daya dan kinerja dengan menggunakan Teknik analisis bisnis yang ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah. Unit Pelaksana Teknis Dinas/Badan Daerah yang akan menerapkan BLUD, menyusun Renstra sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai bagian dari Renstra SKPD. Penyusunan Renstra ini nantinya akan memuat hal-hal sebagai berikut : rencana pengembangan layanan; strategis dan arah kebijakan; rencana program dan kegiatan; dan rencana keuangan Dokumen Renstra disusun dengan mengacu pada landasan hukum yaitu peraturan perundang-undangan yang digunakan sebagai pedoman dalam penyusunan. Dalam penyusunan Renstra, sangat penting bagi SKPD untuk melakukan identifikasi masalah berdasarkan tugas dan fungsinya. Selain identifikasi masalah, pemetaan prioritas masalah juga sudah seharusnya dilakukan dengan tujuan agar dapat memberikan alternatif pemecahan masalah yang tepat. Masalah adalah kesenjangan antara harapan dengan kenyataan, antara hasil dengan target. Sedangkan prioritas masalah adalah masalah yang dinilai paling utama dan paling urgent untuk segera ditindaklanjuti dan diselesaikan. Identifikasi masalah dapat dilihat berdasarkan analisis situasi, cakupan masing-masing program dan kondisi manajeman (sumber daya) serta dengan melihat capaian kinerja pelayanan pada masa sekarang. Setelah dilakukan identifikasi dan pemilihan masalah pada masing-masing program kemudian dilakukan penentuan prioritas masalah. Penentuan prioritas masalah dengan menggunakan kriteria matriks yang dilakukan oleh tim perencanaan dengan melihat masalah dari berbagai segi. Dari daftar masalah yang ada, kemudian daftar tersebut dilakukan penskoran untuk menentukan masalah apa yang menjadi prioritas utama. Setelah prioritas masalah ditentukan, kemudian dapat dilakukan identifikasi penyebab masalah menggunakan metode brainstorming dan perangkat fishbone. Dengan demikian, dalam perencanaan strategis disusun melalui 4 (empat) tahap, yaitu : Tahap Persiapan Tahap Analisa Situasi Tahap Perumusan Masalah Tahap Penyusunan Rencana Lima Tahunan

PERSIAPAN RSUD UNTUK BERALIH MENJADI BLUD

PERSIAPAN RSUD UNTUK BERALIH MENJADI BLUD

Perubahan RSUD menjadi BLUD merupakan keharusan setiap daerah. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Dan diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit yang mengharuskan pemerintah daerah supaya manajemen rumah sakit menganut Pola PPK-BLUD. Pemerintah baik pemerintah pusat dan daerah dapat menetapkan rumah sakit yang memenuhi persyaratan teknis dan administratif/keuangan sebagai Badan Layanan Umum sesuai dengan Pasal 68 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Tujuan BLUD ini untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai dengan PP No. 23 Tahun 2005 Pasal 2 dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktifitas, dan penerapan bisnis yang sehat. Untuk menjadi BLUD, RSUD wajib memenuhi kewajiban yaitu meningkatkan kinerja pelayanan, meningkatkan kinerja keuangan, dan meningkatkan kinerja manfaat. Kerangka konsep yang harus dipenuhi meliputi komitmen, persyaratan substantif, persyaratan teknis, dan persyaratan administrasi. RSUD dalam membangun kesiapannya menjadi BLUD perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: Kajian Lingkungan Internal Manajemen Organisasi (Pola Tata Kelola) Kondisi Keuangan Kondisi SDM Produk Layanan Sarana dan Prasarana Kondisi Sistem Informasi Persiapan Menuju BLUD Pengkajian Awal Sosialisasi Membangun Komitmen Pembentukan Tim Penyusunan Jadwal Penganggaran Meningkatkan Kemampuan dan Kapasitas SDM Advokasi Self Assessment Pengusulan Rumah Sakit Daerah yang berubah status menjadi BLUD memanfaatkan kesempatan tersebut sebagai peluang untuk memperbaiki mutu pelayanan dan fasilitas, dan pada akhirnya memperbaiki kesejahteraan SDM. Oleh karenanya, RSUD harus memenuhi asas karakteristik BLUD yaitu: Beroperasi sebagai unit kerja Pemda untuk tujuan pemberian layanan umum berdasarkan kewenangan yang didelegasikan oleh Pemda. Kekayaan BLUD tidak dipisahkan. BLUD menyelenggarakan kegiatannya tanpa mengutamakan pencarian keuntungan. BLUD merupakan bagian dari perangkat pencapaian tujuan Pemda, dan karenanya status hukum BLUD tidak terpisah dari Pemda sebagai instansi induk. BLUD mengelola penyelenggaraan layanan umum sejalan dengan konsep bisnis yang sehat. Dikelola secara otonom dengan prinsip efisiensi dan produktivitas ala korporasi. Pendapatan yang diterima dapat digunakan langsung. Dapat menerima hibah dan melakukan kerjasama dengan pihak lain. Pejabat dan pegawai BLUD dapat terditi dari PNS dan Non PNS (profesional). Dapat dibentuk badan pengawas.

MEMBANGUN POLA PIKIR YANG SEHAT PADA BLUD

MEMBANGUN POLA PIKIR YANG SEHAT PADA BLUD

Pola pikir dalam menjalankan suatu bisnis menjadi kunci ke arah mana bisnis tersebut akan dijalankan. Pola pikir menjadi landasan dalam pengambilan keputusan suatu bisnis usaha. BLUD berkaitan erat dengan pola pikir bisnis dan usaha. Hal ini dikarenakan tujuan utama dari terbentuknya BLUD adalah diberikan fleksibilitas dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat yang pengelolaannya menggunakan pola pengelolaan bisnis yang sehat. Walaupun BLUD masih menjadi satu kesatuan dalam perangkat daerah, namun dalam mengelola sumber dana non APBD bisa dilakukan menggunakan metode bisnis yang sehat. Bisnis yang sehat adalah bisnis yang tidak rugi. Artinya dalam menjalankan suatu usaha bisnis, keuntungan merupakan tujuan utamanya. Namun tidak mutlak demikian untuk BLUD. Walaupun menerapkan konsep bisnis yang sehat, tetap saja keuntungan bukan merupakan tujuan utama dari BLUD, namun jika keuntungan dalam BLUD bisa dicapai dan pelayanan meningkat maka hal tersebut bisa dikatakan sebagai indikator penilaian BLUD sudah berhasil diterapkan. Bagaimana membangun bisnis yang tidak rugi dalam BLUD? Hal pertama adalah mengubah pola pikir, dari sebelumnya hanya menjalankan UPT biasa yang melakukan pelayanan kepada masyarakat menjadi pola pikir menjalankan bisnis usaha pelayanan. Dengan pola pikir bisnis akan memunculkan inisiatif baru untuk mendorong melakukan inovasi dalam menunjang pelayanan. Kemudian yang kedua adalah melakukan penghitungan tarif pelayanan dengan benar. Dalam pola pikir bisnis, tarif yang berlaku harus diatas unit cost atau biaya yang dikeluarkan untuk melakukan pelayanan tersebut. Dengan begitu BLUD tidak akan mengalami kerugian, atau setidaknya bisa perlahan mengurangi subsidi APBD untuk menjadikan BLUD yang mandiri. Dalam Permendagri Nomor 79 Tahun 2018 pasal 81 disebutkan bahwa penyusunan tarif layanan disusun atau dihitung bedasarkan penghitungan biaya per unit layanan dan hasil per investasi dana. Tujuan menghitung unit cost dalam hal ini adalah untuk menutup seluruh biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan barang atau jasa tersebut. Penghitungan tarif layanan dilakukan menggunakan akuntansi biaya.

MENENTUKAN TARIF LAYANAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH

MENENTUKAN TARIF LAYANAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH

Dalam Permendagri Nomor 79 Tahun 2018 pasal 81 disebutkan bahwa BLUD mengenakan tarif atas imbalan dari barang atau jasa yang diberikan. Penyusunan tarif layanan disusun atau dihitung bedasarkan penghitungan biaya per unit layanan dan hasil per investasi dana. Tujuan menghitung unit cost dalam hal ini adalah untuk menutup seluruh biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan barang atau jasa tersebut. Penghitungan tarif layanan dilakukan menggunakan akuntansi biaya. Besaran tarif yang disusun dalam bentuk nilai nominal uang yang harus dibayarkan masyarakat untuk mendapatkan sebuah barang atau layanan tertentu dari BLUD. Penyusunan pola tarif layanan dilakukan oleh pemimpin BLUD. Dalam Permendagri Nomor 79 Tahun 2018 pasal 83 Pemimpin BLUD harus mempertimbangkan beberapa aspek, yaitu : Aspek kontinuitas (keberlanjutan) Aspek Pengembangan Layanan Aspek Kebutuhan Aspek Daya Beli Masyarakat Aspek Keadilan dan Kepatutan Aspek Kompetisi yang sehat Pemimpin BLUD mengusulkan hasil penghitungan tarif layanan tersebut kepada Kepala Daerah. Usulan tersebut dapat berupa usulan tarif layanan baru atau perubahan tarif layanan. Usulan tarif tersebut dapat berupa usulan tarif pelayanan secara keseluruhan ataupun per unit pelayanan. Dalam membentuk/menyusun tarif layanan, pemimpin BLUD dapat membentuk kelompok yang melibatkan beberapa pihak, diantaranya: SKPD yang membidangi kegiatan BLUD SKPD yang membidangi pengelolaan keuangan daerah Unsur perguruan tinggi Lembaga profesi Hasil penghitungan tarif layanan tersebut harus diatur dalam peraturan kepala daerah dan disampaikan kepada pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Bagaimana dengan BLUD yang belum menyusun pola tarif? Bagi BLUD yang belum melakukan penyusunan pola tarif layanan masih harus menggunakan tarif layanan sesuai dengan ketenteuan peraturah daerah setempat. Dimana tarif layanan tersebut belum tentu sesuai dengan penghitungan unit cost BLUD, yang nantinya akan menyebabkan kerugian pada BLUD. Untuk itu dalam membangun bisnis yang sehat dalam BLUD, penyusunan pola tarif layanan menjadi kunci utama untuk mulai menghindarkan BLUD dari bisnis yang rugi.