Pada tahun 2019, dengan diterbitkannya Permenkes Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Standar Teknis Pemenuhan Mutu Pelayanan Dasar Pada Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan, Puskesmas atau unit kesehatan yang ingin mengajukan diri menjadi BLUD dapat menggunakan peraturan tersebut sebagai acuan dalam menyusun dokumen Standar Pelayanan Minimal. Berdasarkan peraturan tersebut, Standar Pelayanan Minimal bidang Kesehatan (SPM Kesehatan) merupakan ketentuan mengenai Jenis dan Mutu Pelayanan Dasar yang merupakan Urusan Pemerintahan Wajib yang berhak diperoleh setiap Warga Negara secara minimal. SPM Kesehatan terdiri atas SPM Kesehatan Daerah Provinsi dan SPM Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota. Jenis pelayanan dasar pada SPM Kesehatan Daerah Provinsi terdiri atas: pelayanan kesehatan bagi penduduk terdampak krisis kesehatan akibat bencana dan/atau berpotensi bencana provinsi; dan pelayanan kesehatan bagi penduduk pada kondisi kejadian luar biasa provinsi. Jenis pelayanan dasar pada SPM Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota terdiri atas: Pelayanan kesehatan ibu hamil; Pelayanan kesehatan ibu bersalin; Pelayanan kesehatan bayi baru lahir; Pelayanan kesehatan balita; Pelayanan kesehatan pada usia pendidikan dasar; Pelayanan kesehatan pada usia produktif; Pelayanan kesehatan pada usia lanjut; Pelayanan kesehatan penderita hipertensi; Pelayanan kesehatan penderita diabetes melitus; Pelayanan kesehatan orang dengan gangguan jiwa berat; Pelayanan kesehatan orang terduga tuberkulosis; dan Pelayanan kesehatan orang dengan risiko terinfeksi virus yang melemahkan daya tahan tubuh manusia (Human Immunodeficiency Virus) yang bersifat peningkatan/promotif dan pencegahan/ preventif. Pelayanan yang bersifat peningkatan/promotif dan pencegahan/preventif mencakup: peningkatan kesehatan; perlindungan spesifik; diagnosis dini dan pengobatan tepat; pencegahan kecacatan Pelayanan dasar pada SPM Kesehatan dilaksanakan pada fasilitas pelayanan kesehatan baik milik pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun swasta. Pelayanan dasar dilaksanakan oleh tenaga kesehatan sesuai dengan kompetensi dan kewenangan. Selain oleh tenaga kesehatan untuk jenis pelayanan dasar tertentu dapat dilakukan oleh kader kesehatan terlatih di luar fasilitas pelayanan kesehatan di bawah pengawasan tenaga kesehatan. Menurut Permenkes No 4 tahun 2019, capaian kinerja dalam pemenuhan mutu pelayanan setiap jenis pelayanan dasar pada SPM Kesehatan harus 100% (seratus persen). Referensi : Permendagri Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal
Pola tata kelola merupakan salah satu dari syarat administratif dokumen pengajuan BLUD. Berdasarkan pasal 38 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2018, tata kelola merupakan tata kelola Unit Pelaksana Teknis Dinas/Badan Daerah yang akan menerapkan BLUD dan ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah. Kemudian dalam pasal 39 dan 40 disebutkan bahwa tata kelola memuat beberapa hal antara lain: Kelembagaan, yang memuat posisi jabatan, pembagian tugas, fungsi, tanggung jawab, hubungan kerja dan wewenang. Prosedur kerja, yang memuat ketentuan hubungan dan mekanisme kerja antar posisi jabatan dan fungsi. Pengelompokan fungsi, yang memuat pembagian fungsi pelayanan, dan fungsi pendukung sesuai dengan prinsip pengendalian internal untuk efektivitas pencapaian. Pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM), yang memuat kebijakan mengenai pengelolaan SDM yang berorientasi pada peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Tata kelola BLUD ini ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah. Namun, sebelumnya tata kelola BLUD tersebut disusun dan ditandatangani oleh Kepala BLUD terlebih dahulu untuk maju dalam tahap selanjutnya yaitu penilaian BLUD. Tata kelola diterapkan dalam BLUD dengan tujuan sebagai berikut: Memaksimalkan nilai UPT dengan cara menerapkan prinsip transparansi, akuntabilitas, responsibilitas dan independensi agar puskesmas memiliki daya saing yang kuat. Mendorong pengelolaan UPT secara profesional, transparan dan efisien, serta memberdayakan fungsi dan peningkatan kemandirian organ UPT. Mendorong agar organ UPT dalam membuat keputusan dan menjalankan kegiatan senantiasa dilandasi dengan nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku Meningkatkan kontribusi UPT dalam mendukung kesejahteraan umum masyarakat melalui pelayanannya. Ruang lingkup tata kelola UPT meliputi peraturan internal UPT dalam menerapkan BLUD. Tata kelola mengatur hubungan antara organ UPT yaitu Kepala OPD, Pemerintah Daerah, Dewan Pengawas, dan Pejabat Pengelola serta pegawai berikut tugas, fungsi, tanggung jawab, kewajiban, kewenangan, dan haknya masing-masing. Sistematika penyusunan dokumen tata kelola adalah sebagai berikut: - Pengantar - Bab I Pendahuluan - Bab II Kelembagaan Gambaran Singkat UPT Struktur Organisasi dan Tata Laksana Prosedur Kerja Pengelompokan yang Logis Pengelolaan SDM - Bab III Penutup - Lampiran
Menurut pasal 38 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2018, tata kelola merupakan tata kelola Unit Pelaksana Teknis Dinas/Badan Daerah yang akan menerapkan BLUD dan ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah. Kemudian dalam pasal 39 dan 40 disebutkan bahwa tata kelola memuat beberapa hal antara lain: Kelembagaan, yang memuat posisi jabatan, pembagian tugas, fungsi, tanggung jawab, hubungan kerja dan wewenang. Prosedur kerja, yang memuat ketentuan hubungan dan mekanisme kerja antar posisi jabatan dan fungsi. Pengelompokan fungsi, yang memuat pembagian fungsi pelayanan, dan fungsi pendukung sesuai dengan prinsip pengendalian internal untuk efektivitas pencapaian. Pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM), yang memuat kebijakan mengenai pengelolaan SDM yang berorientasi pada peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Tata kelola BLUD ini ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah. Namun, sebelumnya tata kelola BLUD tersebut disusun dan ditandatangani oleh Kepala BLUD terlebih dahulu untuk maju dalam tahap selanjutnya yaitu penilaian BLUD. Tata kelola diterapkan dalam BLUD dengan tujuan sebagai berikut: Memaksimalkan nilai UPT dengan cara menerapkan prinsip transparansi, akuntabilitas, responsibilitas dan independensi agar puskesmas memiliki daya saing yang kuat. Mendorong pengelolaan UPT secara profesional, transparan dan efisien, serta memberdayakan fungsi dan peningkatan kemandirian organ UPT. Mendorong agar organ UPT dalam membuat keputusan dan menjalankan kegiatan senantiasa dilandasi dengan nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku Meningkatkan kontribusi UPT dalam mendukung kesejahteraan umum masyarakat melalui pelayanannya. Ruang lingkup tata kelola UPT meliputi peraturan internal UPT dalam menerapkan BLUD. Tata kelola mengatur hubungan antara organ UPT yaitu Kepala OPD, Pemerintah Daerah, Dewan Pengawas, dan Pejabat Pengelola serta pegawai berikut tugas, fungsi, tanggung jawab, kewajiban, kewenangan, dan haknya masing-masing. Sistematika penyusunan dokumen tata kelola adalah sebagai berikut: Pengantar Bab I Pendahuluan Bab II Kelembagaan Gambaran Singkat UPT Struktur Organisasi dan Tata Laksana Prosedur Kerja Pengelompokan yang Logis Pengelolaan SDM Bab III Penutup Lampiran
Dalam pengajuan SKPD atau suatu unit menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), perlu dipenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif. Persyaratan yang paling penting untuk diperhatikan adalah persyaratan administratif karena terdapat beberapa dokumen yang perlu dipersiapkan. Seluruh dokumen persyaratan administratif harus lolos tahap penilaian setelah pengajuan status BLUD. Dokumen administratif terdiri dari Surat Pernyataan Kesiapan Meningkatkan Kinerja, Surat Pernyataan Bersedia Diaudit, Standar Pelayanan Minimal, Pola Tata Kelola, Rencana Strategi Bisnis, dan Laporan Keuangan Pokok. Menurut Permendagri 79 tahun 2018, Kepala Daerah akan melakukan penilaian terhadap permohonan pengajuan status BLUD dengan membentuk sebuah tim penilai yang ditetapkan dengan keputusan Kepala Daerah. Tim penilai tersebut beranggotakan paling sedikit terdiri dari: sekretaris daerah sebagai ketua PPKD sebagai sekretaris Kepala SKPD yang membidangi kegiatan BLUD sebagai anggota Kepala SKPD yang membidangi perencanaan pembangunan daerah sebagai anggota Kepala SKPD yang membidangi pengawasan di pemerintah daerah sebagai anggota Tim penilai BLUD juga dapat melibatkan tenaga-tenaga ahli yang berkompeten pada bidangnya masing-masing. Tim penilai memiliki tugas untuk menilai permohonan penerapan BLUD berupa dokumen-dokumen administratif paling lama 3 (tiga) bulan. Tim penilai dalam melaksanakan tugasnya dapat berkoordinasi dengan Menteri melalui Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah. Tata tertib tim penilai adalah sebagai berikut: Tim penilai wajib hadir dalam rapat penilaian. Dalam hal anggota tim penilai berhalangan, anggota tim penilaitersebut dapat menunjuk pengganti yang memiliki kompetensi dibidangnya dan pendapat yang disampaikan oleh pengganti dianggap mewakili anggota tim penilai yang bersangkutan. Tim penilai yang tidak hadir dan tidak menunjuk pengganti dianggap menyetujui keputusan yang diambil dalam rapat penilaian. Dalam hal terjadi perbedaan pendapat, keputusan diambil berdasarkan musyawarah/mufakat. Jika tidak dapat diputuskan dengan musyawarah/mufakat, maka dilakukan pemungutan suara yang disetujui paling sedikit setengah dari jumlah tim penilai yang hadir plus 1(satu) suara. Tim penilai atau pengganti yang ditunjuk, wajib menandatangani Berita Acara Hasil Penilaian. Penilaian BLUD mengacu pada pada SE Mendagri No 900 tahun 2007 tentang Pedoman Penilaian BLUD. Penilaian dilakukan dengan menggunakan format yang telah ditetapkan yang berisikan nomor urut, dokumen administratif yang dinilai, nilai bobot dokumen, indikator, unsur yang dinilai, nilai per unsur (dalam angka 0– 10), bobot per unsur yang dinilai, hasil penilaian per unsur, dan nilai akhir. Hasil penilaian oleh tim penilai disampaikan kepada Kepala Daerah sebagai bahan pertimbangan penetapan atau penolakan penerapan BLUD. Sumber: Permendagri 79 tahun 2018 tentang Badan Layanan Umum Daerah
BLUD wajib menyajikan laporan pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan. Tujuan pelaporan keuangan BLUD adalah untuk menyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan akuntabilitas entitas pelaporan atas sumber daya yang dipercayakan. Laporan perubahan ekuitas merupakan salah satu bentuk laporan pertanggungjawaban yang harus dibuat oleh BLUD. Laporan Perubahan Ekuitas merupakan laporan yang menyajikan mengenai informasi kenaikan atau penurunan ekuitas tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Laporan Perubahan Ekuitas bertujuan untuk menyediakan informasi mengenai perubahan posisi keuangan entitas pelaporan sebagai akibat dari kegiatan yang dilakukan selama periode pelaporan tertentu. Laporan Perubahan Ekuitas pada BLU menyajikan paling tidak terdiri dari pos-pos sebagai berikut: Ekuitas awal; Ekuitas awal merupakan jumlah ekuitas akhir dari periode pelaporan sebelumnya. Surplus/defisit-LO pada periode bersangkutan; Surplus/Defisit-LO adalah penjumlahan selisih lebih/kurang antara surplus/defisit kegiatan operasional, kegiatan non operasional dan kejadian luar biasa. Koreksi-koreksi yang langsung menambah/mengurangi ekuitas, yang antara lain berasal dari dampak kumulatif yang disebabkan oleh perubahan kebijakan akuntansi dan koreksi kesalahan mendasar, misalnya: koreksi kesalahan mendasar dari persediaan yang terjadi pada periode-periode sebelumnya; perubahan nilai aset tetap karena revaluasi aset tetap. Ekuitas akhir. Ekuitas akhir merupakan jumlah ekuitas pada akhir periode pelaporan. Di samping itu, Badan Layanan Umum Daerah menyajikan rincian lebih lanjut dari unsur-unsur yang terdapat dalam Laporan Perubahan Ekuitas dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CALK). Contoh format Laporan Perubahan Ekuitas pada Badan Layanan Umum Daerah disajikan pada ilustrasi PSAP 13 tentang Penyajian Laporan Keuangan BLU. Ilustrasi tersebut hanya merupakan contoh dan bukan merupakan bagian dari standar. Tujuan ilustrasi tersebut adalah menggambarkan penerapan standar untuk membantu dalam pelaporan keuangan
Berdasarkan pasal 8 ayat 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2018, pemimpin BLUD mempunyai fungsi sebagai penanggung jawab umum operasional dan keuangan di UPT. Pemimpin BLUD bertindak selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau Kuasa Pengguna Barang UPT. Kriteria dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian pemimpin BLUD adalah sebagai berikut. Pemimpin BLUD diangkat dan diberhentikan oleh Kepala Daerah. Pemimpin BLUD bertanggung jawab kepalda Kepala Daerah. Pemimpin BLUD diangkat dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan/atau pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan. BLUD dapat mengangkat pemimpin BLUD dari profesional lainnya sesuai dengan kebutuhan profesionalitas, kemampuan keuangan berdasarkan prinsip efisiensi, ekonomis dan produktif dalam meningkatkan pelayanan. Pemimpin BLUD yang berasal dari tenaga profesional lainnya dapat dipekerjakan secara kontrak atau tetap. Pemimpin BLUD dari tenaga profesional lainnya diangkat untuk masa jabatan paling lama 5 tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 kali periode masa jabatan berikutnya jika paling tinggi berusia 60 tahun. Standar kompetensi pemimpin BLUD adalah sebagai berikut: Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa . Berijazah setidaknya Strata satu (S-1). Sehat jasmani dan rohani. Mampu memimpin, membina, mengkoordinasikan, dan mengawasi kegiatan BLUD dengan seksama. Mampu melakukan pengendalian terhadap tugas dan kegiatan BLUD sedemikian rupa sehingga dapat berjalan lancar, efektif, efisien dan berkelanjutan. Cakap menyusun kebijakan strategis dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Msmpu merumuskan visi, misi, dan program yang jelas dan dapat diterapkan diantaranya meliputi: Peningkatan kreativitas, prestasi, dan akhlak mulia insan BLUD. Penciptaan suasana BLUD yang asri, aman dan indah. Peningkatan kualitas tenaga medis, paramedis, dan non medis. Pelaksanaan efektivitas, efisiensi, dan akuntabilitas.
Pembiayaan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) merupakan semua jenis penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan BLUD terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. Penerimaan pembiayaan meliputi: Sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya atau yang biasa disebut Silpa Divestasi, yaitu pengurangan atau penjualatan atas aset yang dimiliki Penerimaan utang/ pinjaman Pengeluaran pembiayaan Pengeluaran pembiayaan, meliputi: Investasi Pembayaran pokok utang/ pinjaman Bendahara pengeluaran wajib melaporkan pertanggungjawaban belanja berupa Surat Pernyataan Tanggung Jawab (SPTJ) beserta lampiran-lampirannya kepada SKPD setiap triwulan untuk dikonsolidasikan sebelum disampaikan ke PPKD. Format Surat Pernyataan Tanggung Jawab (SPTJ) menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2018 tentang Badan Layanan Umum Daerah sama seperti dengan SPTJ pendapatan dan SPTJ belanja karena SPTJ tersebut merupakan satu kesatuan.
Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) memiliki alur pola pengelolaan tersendiri yang lebih fleksibel daripada alur pengelolaan keuangan daerah. Fleksibilitas BLUD dapat digunakan untuk mengelola keuangannya sendiri, artinya semua pendapatan yang diterima oleh masing-masing UPTD dari hasil jasa layanan maupun lainnya bisa langsung digunakan untuk kegiatan operasional BLUD. Penerimaan adalah imbalan atas aktivitas kegiatan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) baik berupa penerimaan dari jasa layanan maupun non jasa layanan selama satu periode. Penerimaan BLUD dikelola oleh Bendahara Penerimaan BLUD. Jenis Penerimaan di dalam BLUD terdiri empat penerimaan, yaitu: Penerimaan Jasa Pelayanan Hibah Hasil Kerjasama Penerimaan Lain-lain BLUD yang Sah Penerimaan BLUD dapat diterima dalam bentuk tunai maupun non tunai. Penerimaan BLUD tunai adalah penerimaan sejumlah uang secara tunai oleh kasir. Penerimaan BLUD tunai diakui pada saat kasir menerima sejumlah uang penerimaan secara tunai. Apabila BLUD menerima penerimaan secara tunai, maka bendahara penerimaan harus melakukan setoran ke bank. Setoran adalah penyetoran atas uang yang diterima oleh kasir dan kemudian disetorkan ke rekening bank penerimaan oleh bendahara penerimaan BLUD. Setoran diakui pada saat bendahara penerimaan telah melakukan penyetoran uang tunai ke rekening bank penerimaan BLUD. Penerimaan BLUD non tunai adalah penerimaan sejumlah uang yang langsung masuk ke rekening bank penerimaan BLUD. Penerimaan BLUD non tunai diakui ketika terdapat sejumlah uang yang masuk ke rekening bank penerimaan BLUD. Apabila BLUD menerima penerimaan secara non tunai maka otomatis uang penerimaan akan diterima di rekening bank tanpa bendahara penerimaan melakukan setoran ke bank. Bendahara penerimaan harus melakukan pelaporan atas penatausahaan penerimaan BLUD sebagai bentuk pertanggungjawaban. Laporan penatausahaan yang menjadi hasil dari pencatatan transaksi penerimaan BLUD adalah Buku Kas Umum (BKU) penerimaan dan Buku Bank Penerimaan. BKU Penerimaan adalah laporan hasil dari pencatatan transaksi penerimaan berupa report atas transaksi tunai dan non tunai. Buku Bank Penerimaan adalah laporan hasil dari pencatatan transaksi penerimaan non tunai. Bendahara peneriman juga melaporankan Surat Pertanggungjawaban (SPTJ) Pendapatan, Rekapitulasi Pendapatan, Ringkasan Pendapatan, dan Rincian Pendapatan sebagai bentuk pertanggungjawaban atas transaksi penerimaan BLUD. referensi : Paket Data Triwulan : Tri BKU penerimaan
Pada Selasa 18 Juni 2019, telah diselenggarakan workshop Pola Pengelolaan Keuangan BLUD menurut Permendagri 79 tahun 2018. Workshop berlangsung di Hotel Puri Katulistiwa, Sumedang selama 3 hari sampai tanggal 20 Juni 2019. Peserta workshop adalah 35 Puskesmas dan 1 Labkesda yang didampingi oleh pihak Dinas Kesehatan. Pada hari pertama, workshop ini membahas tentang perubahan penerapan Pola Pengelolaan Keuangan BLUD menurut Permendagri 61 tahun 2007 menjadi Permendagri 79 tahun 2018 untuk seluruh puskesmas di Kabupaten Sumedang. Perubahan dilatar belakangi oleh dinamika perubahan perundang-undangan yang membawa konsekuensi perubahan; dalam perkembangannya beberapa peraturan perundang-undangan tersebut telah mengalami perubahan. Bapak Niza Wibyana Tito selaku narasumber memaparkan mengenai prinsip perubahan Permendagri 61 tahun 2007 ke Permendagri 79 tahun 2018 yaitu: Penyederhanaan persyaratan penerapan dan tidak ada lagi status penuh dan bertahap. Lebih mempermudah penerapan PPK BLUD tetapi tetap akuntabel. Tidak merubah yang sudah berjalan baik, lebih simplifikasi dan disempurnakan mengenai format RBA, RKA, DPA, dan Pelaporan Keuangan. Permendagri 79 tahun 2018 juga menyederhanakan penyusunan dokumen administratif persyaratan ditetapkannya BLUD. Syarat administratif terbaru menurut Permendagri 79 adalah sebagai berikut: Surat pernyataan kesanggupan meningkatkan kinerja Pola tata kelola Rencana strategi bisnis Standar pelayanan minimal Laporan keuangan pokok Laporan bersedia diaudit Pada proses penetapan BLUD, tugas inspektorat, BPK, dan BPKAD adalah melakukan audit. Internal audit yang berfungsi sebagai Satuan Pengendalian Internal memiliki tugas memperbaiki dan mencari solusi untuk penyelesaian masalah sebelum audit. Pada sesi tanya jawab, Bapak Supriyanto selaku peserta workshop memberikan pertanyaan “Apakah auditor pemerintahan dari inspektorat saja atau dari BPK? lalu pemeriksaannya per tahun atau sesuai permintaan?” Kemudian jawaban dari narasumber adalah “Inspektorat merupakan auditor internal, sedangkan auditor eksternalnya adalah BPK. Seharusnya BPK datang secara langsung karena sudah ada peraturannya. BLUD wajib melakukan pengendalian baik internal dan eksternal. Pertanyaan selanjutnya adalah “Dalam pembentukan SPI yang SDM-nya terbatas, siapakah yang layak menjadi anggota SPI? Selama ini SPI di puskesmas hanya untuk menjalankan kewajibn, sedangkan tupoksinya belum jelas”. Selanjutnya narasumber menjawab kembali, “Dalam konteks puskesmas, memang masih ada kerancuan dengan tupoksi yang ada, sehingga banyak SPI yang hanya menjadi wadah saja dan masih bingung dengan tugas yg harus dilakukan setiap tahunnya. Pendapat kami, SPI lah yang bertanggung jawab penuh untuk membantu pengendalian internal puskesmas. Sehingga apabila SPI ingin dibentuk, maka perlu diadakan pelatihan untuk memahami tugas dan fungsinya dengan baik. Pertanyaan terakhir pada sesi tersebut adalah “Bagaimana mekanisme pengelolaan SILPA pada peraturan terbaru? Pengelolaan SILPA pada peraturan lama masih terbatas”. Jawaban narasumber adalah “Penggunaan silpa yang dituangkan dalam Permendagri 79 tahun 2018 adalah untuk pembayaran utang, membiayai operasional yg mendesak, tidak boleh digunakan utk jasa pelayanan.” Referensi : Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2018