Kontrak awal kinerja BLUD terletak pada dokumen Strandar Pelayanan Minimal (SPM) , sehingga apabila bagian SPI RSUD menanyakan apakah pekerjaan awal yang dapat dilakukan dalam melaksanakan perannya sebagai pengawas internal, jawabannya adalah memastikan seluruh dokumen SPM ini dijalankan dengan baik melalui Standar Operasional Prosedur (SOP) yang ada. SPI dalam lingkup pelaksanaannya sebagai pengawas internal dapat dibagi menjadi dua level, yakni level satu strategik dan level dua terkait manajemen. LEVEL 1 : Strategik Standar SPI dalam melaksananakan peran pengawasannya adalah “Strategik”, yaitu peran yang memastikan seluruh proses yang dilakukan oleh pengelola berjalan sesuai dengan rencana strategik yang telah disusun. Salah satu yang paling mudah untuk dilakukan adalah membandingkan gap antara kondisi saat ini dengan harapan kedepan, seperti gap antara akreditasi Madya dengan akreditasi Paripurna pada RSUD BLUD. Inilah merupakan tugas SPI, dimana SPI ini lebih menganalisis gap dan menganalisis kondisi yang tidak sinkron antara seluruh dokumen strategis rumah sakit yang telah disusun dengan kondisi saat ini. Dengan demikian, SPI juga dapat memastikan apakah seluruh tujuan yang telah disusun untuk kedepannya oleh RSUD telah dijalankan dengan baik oleh seluruh petugas pelaksana BLUD. Level 2 : Manajemen Untuk melaksanakan seluruh kegiatan operasionalnya, BLUD maupun RSUD BLUD telah menyusun berbagai dokumen termasuk didalamnya dokumen Rencana Bisnis dan Anggaran (Renstra) yang berisi rencana BLUD selama lima tahun kedepan, dokumen SPM, Dokumen Tata Kelola, dokumen Rencana Bisinis dan Anggaran (RBA) yang disusun tiap tahunnya untuk menampilkan rencana jangka pendek BLUD dan dokumen lainnya. Untuk pelaksanaan teknis operasional, BLUD dapat menurunkan berbagai dokumen tersebut ke dalam dokumen lainnya seperti SOP. Peran SPI dalam pengawasan manajemen BLUD khusunya RSUD adalah sebagai pihak yang mengawasi dan memastikan seluruh SOP telah berjalan. Untuk memastikan hal tersebut, SPI RSUD-BLUD dapat membandingkan seluruh kegiatan yang dilakukan oleh seluruh pegawai rumah sakit telah berjalan sesuai dengan SOP yang telah disusu. Dengan demikian, SPI ini dapat memastikan pelaksanaan SOP dengan baik di dalam RSUD-BLUD dan dapat pula memastikan seluruh tata kelola yang telah disusun dan dijalankan telah berjalan dengan baik, sehingga rencana-rencana yang telah disusun sebelumnya dapat tercapai.
Proses penetapan penerapan PPK-BLUD pada UPT SPAM sama saja dengan penetapan penerapan PPK-BLUD dengan UPT lainnya. Tahapan penerapan PPK-BLUD SPAM adalah sebagai berikut : Mengajukan Permohonan Pada Kepala Daerah Untuk Penerapan PPK-BLUD UPTD yang akan menerapkan PPK-BLUD mengirim surat permohonan kepada kepala daerah melalui kepala SKPD yang dilampiri dengan dokumen persyaratan administratif (sesuai Pasal 36 Permendagri Nomor 79 Tahun 2019). Format surat permohonan tersebut dapat dilihat dalam Lampiran Permendagri No.79 Tahun 2018 Huruf C. Penilaian Dokumen persyaratan administratif yang telah disusun oleh UPTD yang akan menerapkan PPK-BLUD akan dinilai oleh tim penilai yang dibentuk dan ditetapkan oleh kepala daerah. Berdasarkan Permendagri No. 79 Tahun 2018 Pasal 47 ayat (3) Anggota tim penilai paling sedikit terdiri atas: Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) sebagai sekretaris; Kepala SKPD yang membidangi kegiatan BLUD sebagai anggota; Kepala SKPD yang membidangi perencanaan daerah sebagai anggota; dan Kepala SKPD yang membidangi pengawasan di pemerintah daerah sebagai anggota. Selain anggota tim yang disebutkan diatas, apabila diperlukan tim penilai juga dapat melibatkan tenaga ahli yang berkompeten dibidangnya. Untuk memudahkan tim penilai dalam melakukan penelitian dan penilaian terhadap dokumen administratif, Menteri Dalam Negeri telah menerbitkan Surat Edaran No. 981/1011/SJ tanggal 06 Februari 2019 Tentang Modul Penilaian dan Penerapan Badan Layanan Umum Daerah. Dokumen yang dinilai adalah dokumen-dokumen persyaratan administratif yang terdiri dari: Pernyataan Kesanggupan untuk Meningkatkan Kinerja; Pola Tata Kelola; Rencana Strategis (Renstra); Standar Pelayanan Minimal (SPM); Laporan Keuangan atau Prognosis/Proyeksi Keuangan; dan Laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit oleh pemeriksa eksternal pemerintah. Dalam rangka penilaian dokumen administratif Tim Penilai melakukan penilaian dengan menggunakan format penilaian yang disesuaikan dengan jenis SKPD yang akan mengajukan PPK-BLUD. Format tersebut dibagi menjadi dua yaitu: bagi SKPD yang telah mempunyai Unit Pelaksana Teknis Daerah menggunakan format A.1; dan bagi SKPD yang belum mempunyai UPTD, menggunakan format A.2. Setelah dilakukan penilaian terhadap dokumen administratif, hasil penilaian yang dilakukan oleh tim penilai akan dituangkan dalam Berita Acara Hasil Penilaian Usulan Penerapan BLUD, disertai dengan kesimpulan penilaian dokumen administrastif usulan penerapan BLUD. Berdasarkan hasil penilaian dokumen administratif, dalam hal nilai dari dokumen administratif kurang atau sama dengan 60, maka hasil penilaian DITOLAK UNTUK MENERAPKAN BLUD dan apabila nilai dari dokumen administratif lebih dari 60, maka hasil penilaian DITERIMA UNTUK MENERAPKAN BLUD. Untuk selanjutnya hasil penilaian tersebut dituangkan dalam bentuk rekomendasi penerapan BLUD. Rekomendasi ini kemudian disampaikan kepada kepala daerah sebagai dasar penetapan penerapan BLUD yang dituangkan dalam Keputusan Kepala Daerah.
Pada Pasal 99 ayat 3, Permendagri No. 79 tahun 2018 tentang BLUD BLUD wajib menyusun laporan keuangan yang terdiri dari: Laporan Realisasi Anggaran (LRA), laporan perubahan SAL, Neraca, laporan Operasional (LO), Laporan Arus Kas (LAK), Laporan Perubahan Ekuitas (LPE), dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). Laporan keuangan BLUD disusun berdasarkan standar akuntansi pemerintahan (SAP), sehingga laporan keuangan BLUD dan pemerintah adalah sama. Pada SAP sendiri pemerintahan wajib menyusun laporan keuangan yang terdiri dari laporan pelaksanaan anggaran (budgetary reports), laporan finansial, dan CaLK. Laporan pelaksanaan anggaran terdiri dari LRA dan Laporan Perubahan SAL. Laporan finansial terdiri dari Neraca, LO, LPE, dan LAK. Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Laporan Realisasi Anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi, dan pemakaian sumber daya keuangan yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah, yang menggambarkan perbandingan antara anggaran dan realisasinya dalam satu periode pelaporan. . Unsur yang dicakup secara langsung oleh Laporan Realisasi Anggaran terdiri dari pendapatan-LRA, belanja, transfer, dan pembiayaan. Laporan Perubahan SAL (LP SAL) Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih menyajikan informasi kenaikan atau penurunan Saldo Anggaran Lebih tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Neraca Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu. Unsur yang dicakup oleh neraca terdiri dari aset, kewajiban, dan ekuitas. Laporan Operasional (LO) Laporan Operasional menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi yang menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah untuk kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dalam satu periode pelaporan. Unsur yang dicakup secara langsung dalam Laporan Operasional terdiri dari pendapatan-LO, beban, transfer, dan pos-pos luar biasa. Laporan Perubahan Ekuitas (LPE) Laporan Perubahan Ekuitas menyajikan informasi kenaikan atau penurunan ekuitas tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Laporan Arus Kas (LAK) Laporan Arus Kas menyajikan informasi kas sehubungan dengan aktivitas operasi, investasi, pendanaan, dan transitoris yang menggambarkan saldo awal, penerimaan, pengeluaran, dan saldo akhir kas pemerintah pusat/daerah selama periode tertentu. Unsur yang dicakup dalam Laporan Arus Kas terdiri dari penerimaan dan pengeluaran kas. Catatan Atas Laporan Keuangan (CaLK) Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan naratif atau rincian dari angka yang tertera dalam Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan SAL, Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, Neraca, dan Laporan Arus Kas. Catatan atas Laporan Keuangan juga mencakup informasi tentang kebijakan akuntansi yang dipergunakan oleh entitas pelaporan dan informasi lain yang diharuskan dan dianjurkan untuk diungkapkan di dalam Standar Akuntansi Pemerintahan serta ungkapan-ungkapan yang diperlukan untuk menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar.
Dalam pelaksanaan operasional BLUD tentuya membutuhkan berbagai sumber daya. Salah satunya adalah sumber daya manusia. Sumber daya manusia (SDM) pada BLUD terdiri atas: Pejabat Pengelola Pejabat pengelola ini bertanggungjawab atas kinerja umum operasional, pelaksanaan kebijakan fleksibilitas dan keuangan BLUD dalam pemberian layanan. Pegawai Berperan sebagai penyelenggara kegiatan untuk mendukung kinerja BLUD. Pejabat pengelola dan pegawai pada BLUD ini berasal dari Pegawai negeri sipil (PNS) dan/atau Pegawai Pemerintahan dengan pejanjian Kerja (PPPK/P3K) yang diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pejabat pengelola dan pegawai BLU dapat pula berasal dari profesional lainnya yang statusnya dapat sebagai pekerja tetap atau kontrak. Pejabat Pengelola ini terdiri atas: Pemimpin BLUD Befungsi sebangai penanggungjawab umum operasional dan keuangan. Tugas pemimpin BLUD antara lain: Memimpin, mengarahkan, membina, mengawasi, mengendalikan, dan mengevaluasi seluruh aktivitas dalam BLUD agar berjalan lebih efisien dan produktif; Merumuskan penetapan kebijakan teknis BLUD serta kewajiban lainnya sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan oleh kepala daerah; Menyusun renstra; Menyiapkan RBA; Mengusulkan calon pejabat keuangan dan pejabat teknis kepada Kepala Daerah sesuai dengan ketentuan; Menetapkan pejabat lainnya sesuai dengan kebutuhan BLUD selain pejabat yang telah ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan; Mengkoordinasikan pelaksanaan kebijakan BLUD yang dilakukan oleh pejabat keuangan dan pejabat teknis, mengendalikan tugas pengawasan internal, serta menyampaikan dan mempertanggungjawabkan kinerja operasional serta keuangan BLUD kepada Kepala Daerah; dan Tugas lainnya yang ditetapkan oleh kepala daerah sesuai dengan kewenangannya. Pejabat Keuangan BLUD Berfungsi sebagai penanggungjawab keuangan BLUD. Tugasnya antara lain: Merumuskan kebijakan terkait pengelolaan keuangan; Mengkoordinasikan penyusunan RBA; Menyiapkan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA); Melakukan pengelolaan pendapatan dan belanja; Menyelenggarakan pengelolaan kas; Melakukan pengelolaan utang, piutang dan investasi; Menyusun kebijakan pengelolaan Barang Milik Daerah yang berada dibawah penguasaannya; Menyelenggarakan sistem informasi manajemen keuangan; Menyelenggarakan akuntansi dan penyusunan laporan keuangan; dan Tugas lainnya yang ditetapkan oleh kepala daerah dan/atau pemimpin sesuai dengan kewenangannya. Pejabat Teknis BLUD Berfungsi sebagai penanggungjawab teknis operasional dan pelayanan bidangnya. Tugas dari pejabat teknis sendiri diantara: Menyusun perencanaan kegiatan teknis operasional dan pelayanan di bidangnya; Melaksanakan kegiatan teknis operasional dan pelayanan sesuai dengan Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA); Memimpin dan mengendalikan kegiatan teknis operasional dan pelayanan di bisangnya; dan Tugas lainnya yang ditetapkan oleh kepada daerah dan/atau pemimpin BLUD sesuai dengan kewenangannnya. Pejabat pengelola ini diangkat dan diberhentikan oleh kepala daerah. Pemimpin BLUD sendiri bertanggungjawab kepada kepala daerah atas seluruh aktivitas atau kegiatan bisnis pada BLUD, sedangkan pejabat keuangan dan pejabat teknis bertanggungjawab kepada pemimpin BLUD. Pemimpin BLUD dalam melaksankan tugas dan tanggungjawabnya dalam BLUD bertindak selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)/ Kuasa pengguna Barang (KPB). apabila pemimpin BLUD tidak berasal dari PNS, maka pejabat keuangan yang berasal dari PNSlah yang kemudian ditunjuk sebagai KPA/KPB termasuk bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran.
Salah satu pernyaratan administrasi yang harus dipenuhi BLU/BLUD adalah adanya dokumen Pola Tata Kelola. Dokumen ini menjadi persyaratan karena akan menjadi dasar BLU/BLUD untuk beroperasi. Tata kelola ini dapat pula dikatakan sebagai sebuah peraturan internal yang digunakan untuk mengkontrol seluruh aktivitas internal dari BLU/BLUD itu sendiri. Tata Kelola ini memuat antara lain kelembagaan, prosedur kerja, pengelompokann fungsi, dan pengelolaan sumber daya manusia. Tata kelola yang dimiliki oleh BLU/BLUD harus memperhatikan prinsip transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, serta independensi. Transparansi merupakan asas keterbukaan yang dibangun atas dasar kebebasan terkait arus informasi sehingga informasi dapat secara langsung diterima oleh pihak yang membutuhkan. Akuntabilitas merupakan prinsip yang terkait dengan kejelasan fungsi, struktur, dan sistem yang dipercayakan kepada BLU/BLUD agar pelaksanaan pengelollan dapat dipertanggungjawabkan. Responsibilitas merupakan kesesuaian atau kepatuhan dalam pengelolaan organisasi terhadap prinsip bisnis yang sehat serta peraturan perundang-undangan. Independensi merupakan kemandirian dalam mengelolaan organisasi secara profesional tanpa adanya benturan kepentingan, pengaruh dan/atau tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan prinsip bisnis yang sehat. Seluruh prinsip diatas sangatlah penting bagi BLU/BLUD. Namun, terdapat dua prinsip yang menjadi perhatian dalam pelaksanaan tata kelola BLU/BLUD. Prinsip tersebut adalah prinsip responsibilitas dan independensi. Prinsip responsibilitas ini menjadi sangat penting dan wajib dimiliki oleh BLU/BLUD karena prinsip inilah yang membedakan BLU/BLUD dengan instansi pemerintahan yang umumnya terkenal lamban merespon permintaan, kebutuhan serta perubahan-perubahan lingkungan yang terjadi. Maka dari itu, dengan adanya prinsip ini pada BLU/BLUD dapat menjalankan kegiatannya dengan benar-benar memperhatikan kebutuhan masyarakat sehingga tujuan pemerintah untuk meningkatkan pelayanan umum bagi masyarakat dengan hadirnya BLU/BLUD dapat tercapai. Prinsip yang tidak kalah penting lainnya adalah prinsip independensi. Dalam melaksanakan kegiatannya BLU/BLUD haruslah independen dilihat dari berbagai aspek seperti tidak terpengaruh oleh tekanan politik dan independen dalam pengelolaannya organisasinya. Prinsip ini pada dasarnya menekankan bahwa BLU/BLUD harus menjadi organisasi yang profesional dalam melayani masyarakat. Sumber: e-Learning Bimtek Keuangan Daerah Ditjen Perimbangan Keuangan-Kementrian Keuangan, Pengantar BLUD http://www.djpk.kemenkeu.go.id/
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2018 tentang Badan Layanan Umum Daerah, memberikan fleksibilitas kepada Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) yakni keleluasaan dalam pola pengelolaan keuangan dengan menerapkan praktek bisnis yang sehat yang bertujuan untuk meningkatkan layanan kepada masyarakat tanpa mencari keuntungan dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Praktek bisnis yang sehat adalah penyelenggaraan fungsi organisasi berdasarkan kaidah-kaidah manajemen yang baik dalam rangka pemberian layanan yang bermutu, berkesinambungan dan berdaya saing. Dengan adanya fleksibilitas yang diberikan dan untuk menjawab tuntutan pelayanan masyarakat agar pelayanan publik semakin meningkat, penetapan BLUD harus dilakukan secara selektif dan cermat, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan tentang Badan Layanan Umum Daerah. Untuk itu setiap UPT yang akan menjadi BLUD wajib melalui tahap penilaian yang dilakukan oleh Tim Penilai yang sekurang-kurangnya terdiri dari: Sekeretaris Daerah sebagai Ketua; PPKD sebagai sekretaris; Kepala SKPD yang membidangi kegiatan BLUD sebagai BLUD; Kepala SKPD yang membidangi perencanaan pembangunan daerah sebagai anggota; dan Kepala SKPD yang membidangi pengawasan di pemerintah daerah sebagai anggota; serta; Tenaga ahli yang berkompeten dibidangnya, apabila diperlukan. Tim Penilai ini memiliki tugas untuk meneliti dan menilai usulan UPT untuk menerapkan PPK-BLUD. Penilaian ini dilakukan atas dokumen-dokumen yang wajib dibuat oleh UPT agar dapat ditetapkan sebagai PPK-BLUD. Dokumen dan Bobot penilaian setiap dokumen anatara lain : No. Dokumen Persyaratan Administratif Bobot 1. Pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja; 5% 2. Pola tata kelola; 20% 3. Rencana Strategis (Renstra); 30% 4. Standar Pelayanan Minimal (SPM); 20% 5. Laporan Keuangan atau Prognosis/Proyeksi Keuangan; dan 20% 6. Laporan Audit terakhir atau Pernyataan bersedia untuk diaudit oleh pemeriksa eksternal pemerintah. 5% TOTAL 100% Keenam dokumen ini wajib dilengkapi oleh setiap UPT yang ingin menerapkan PPK-BLUD. Jika salah satu dari enam dokumen persyaratan administratif ini tidak dipenuhi, maka penilaian tidak dapat dilakukan. Penilaian dapat dilanjutkan kembali apabila seluruh persyaratan sudah terpenuhi. Berdasarkan hasil penilaian atas dokumen-dokumen ini UPT kemudian akan dikategorikan menjadi dua yakni DITOLAK UNTUK MENERAPKAN BLUD dan DITERIMA UNTUK MENERAPKAN BLUD. UPT dinyatakan DITOLAK UNTUK MENERAPKAN BLUD apabila hasil penilaian atas dokumen memiliki nilai dibawah 60. Sedangkan UPT dinyatakan DITERIMA UNTUK MENERAPKAN BLUDapabila hasil penilaian atas dokumen administratif mencapai minimal 60.
Setiap Puskesmas wajib untuk menyusun standar pelayanan minimal yang sesuai dengan Permenkes No. 43 tahun 2016. Namun, seiring perkembangan zaman peraturan SPM perlu dilakukan perubahan. Perubahan SPM ini perlu dilakukan agar ada beberapa penajaman dari segi pelayanan kesehatan agar SPM ini dapat terimplementasi dengan baik di daerah. Perubahan ini dimuat pada PMK No.4 Tahun 2019 tentang Teknis Pemenuhan mutu Pelayanan Dasar pada Standar Pelayanan Minimal Bidang kesehatan. Perbedaan antara Permenkes No. 43 tahun 2016 dan PMK No.4 Tahun 2019 mengenai SPM adalah sebagai berikut. Perbedaan Pertama Pada PMK No 4 tahun 2019, SPM Kesehatan dibagi menjadi SPM kesehatan Daerah Provinsi dan SPM Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota. SPM kesehatan Daerah Provinsi kemudian terbagi lagi dalam 2 Jenis Pelayanan dasar yakni: Pelayanan kesehatan bagi penduduk terdampak krisis kesehatan akibat bencana dan/atau berpotensi bencana provinsi; dan Pelayanan kesehatan bagi penduduk pada kondisi kejadian luar biasa provinsi. Perbedaan Kedua: Jenis pelayanan dasar pada SPM Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota terdiri atas: Permenkes Nomor 43 Tahun 2016 PMK No. 4 Tahun 2019 a. Setiap ibu hamil mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar; b. Setiap ibu bersalin mendapatkan pelayanan persalinan sesuai standar; c. Setiap bayi baru lahir mendapatkan pelayanankesehatan sesuai standar; d. Setiap balita mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar; e. Setiap anak pada usia pendidikan dasar mendapatkan skrining kesehatan sesuai standar; f. Setiap warga negara Indonesia usia 15 s.d. 59 tahun mendapatkan skrining kesehatan sesuai standar; g. Setiap warga negara Indonesia usia 60 tahun ke atas mendapatkan skrining kesehatan sesuai standar; h. Setiap penderita hipertensi mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar; i. Setiap penderita Diabetes Melitus mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar; j. Setiap orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar; k. Setiap orang dengan TB mendapatkan pelayanan TB sesuai standar; dan l. Setiap orang berisiko terinfeksi HIV (ibu hamil, pasien TB, pasien IMS, waria/transgender, pengguna napza, dan warga binaan lembaga pemasyarakatan) mendapatkan pemeriksaan HIV sesuai standar. a. Pelayanan kesehatan ibu hamil; b. Pelayanan kesehatan ibu bersalin; c. Pelayanan kesehatan bayi baru lahir; d. Pelayanan kesehatan balita; e. Pelayanan kesehatan pada usia pendidikan dasar; f. Pelayanan kesehatan pada usia produktif; g. Pelayanan kesehatan pada usia lanjut; h. Pelayanan kesehatan penderita hipertensi; i. Pelayanan kesehatan penderita diabetes melitus; j. Pelayanan kesehatan orang dengan gangguan jiwa berat; k. Pelayanan kesehatan orang terduga tuberkulosis; dan l. Pelayanan kesehatan orang dengan risiko terinfeksi virus yang melemahkan daya tahan tubuh manusia (Human Immunodeficiency Virus). Perbedaan ketiga Perbedaan selanjutnya yakni pada PMK No.4 Tahun 2019 Mutu Pelayanan untuk setiap jenis pelayanan dasar pada SPM bidang kesehatan ditetapkan dalam 3 standar teknis yaitu: standar jumlah dan kualitas barang dan/atau jasa; standar jumlah dan kualitas personel/sumber daya manusia kesehatan; dan petunjuk teknis atau tata cara pemenuhan standar. Perbedaan Keempat Perbedaan lainnya terletak pada Capaian kinerja Pemerintah Daerah dalam pemenuhan mutu layanan. Pada PMK No. 4 tahun 2019 capaian kinerja ini tercantum jelas pada Pasal 4 yang berbunyi: “Capaian kinerja Pemerintah Daerah dalam pemenuhan mutu pelayanan setiap jenis pelayanan dasar pada SPM Kesehatan harus 100% (seratus persen).” Sedangkan pada Permenkes No. 43 tahun 2016 hanya dijelaskan pada bagian Lampiran bagian C. Pengertian. “SPM merupakan hal minimal yang harus dilaksanakan oleh Pemda untuk rakyatnya, maka target SPM harus 100% setiap tahunnya. Untuk itu dalam penetapan indikator SPM, Kementerian/Lembaga Pemerintahan Non Kementerian agar melakukan pentahapan pada jenis pelayanan, mutu pelayanan dan/atau sasaran/lokus tertentu.”
Tujuan Penilaian Kinerja adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja organisasi melalui peningkatan kinerja SDM organisasi. Dalam penilaian kinerja tidak hanya menilai hasil fisik tetapi pelaksanaan pekerjaan secara keseluruhan yang menyangkut berbaga bidang seperti kemampuan, kerajianan, disiplin, hubungan kerja atau hal-hal sesuai dengan bidang dari tugasnya semua layak untuk dinilai. Tujuan penilaian kinerja pada dasarnya meliputi: Meningkatkan etos kerja Meningkatkan motivasi kerja. Untuk mengetahui tingkat kerja karyawan selama ini. Untuk mendorong pertanggung jawaban dari karyawan. Pemberian imbalan yang serasi, misalnya untuk pemberian kenaikan gaji berkala, gaji pokok, kenaikan gaji istimewa, insentif uang. Untuk pembeda antar karyawan yang satu dengan yang lain. Pengembangan SDM yang masih dapat dibedakan lagi kedalam penugasan kembali, seperti diadakannya mutasi atau transfer, rotasi pekerjaan, promosi kenaikan jabatan, dan pelatihan. Sebagai alat untuk membantu dan menolong karyawan untuk mengambil inisiatif dalam rangka memperbaiki kinerja. Mengidentifikasikan dan menghilangkan hambatan-hambatan agar kinerja menjadi baik. 10. Sebagai alat untuk memperoleh umpan balik dari karyawan untuk memperbaiki desain pekerjaan, lingkungan kerja mereka. Pemutusan hubungan kerja, pemeberian sanksi ataupun hadiah. Memperkuat antara hubungan karyawan dengan supervisor melalui diskusi tentang kemajuan kerja mereka. Sebagai penyaluran yang berkaitan dengan masalah pribadi maupun pekerjaan. Terdapat beberapa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja diantaranya adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Yaitu : A .Faktor Kemampuan Secara psikologis, kemampuan terdiri dari kemampuan potensi yang disebut IQ dan kemampuan reality. Artinya, pegawai yang memiliki IQ yang tinggi dan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. B . Faktor Motivasi Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situation) kerja. Sikap mental itu sendri merupakan kondisi mental yang mendorong diri pegawai untuk berusaha mencapai prestasi kerja secara maksimal. Sikap mental seorang pegawai harus sikap mental yang siap secara psikosifisik (siap mental, fisik, tujuan, dan situasi). Artinya seorang pegawai harus siap secara mental, secara fisik, memahami tujuan utama dan target kerja yang akan dicapai, juga mampu memanfaatkan dan menciptakan situasi kerja.
Satuan kerja yang menerapkan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), merupakan instansi di lingkungan pemerintah daerah yang mengelola kekayaan daerah yang tidak dipisahkan. Maka dari itu, sebagai instansi pemerintah, BLUD kemudian menerapkan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) serta Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah (PSAP). BLUD pun wajib menyusun laporan keuangan sebagai bentuk pertanggungjawabannya atas aktivitas operasional yang dilakukannya selama satu periode. Selain itu, Laporan Keuangan ini juga memberikan informasi tentang sumber daya ekonomi dan kewajiban BLU pada tanggal pelaporan dan arus sumber daya ekonomi selama periode berjalan. Informasi ini diperlukan pengguna untuk melakukan penilaian terhadap kemampuan ekonomi BLUD dalam menyelenggarakan kegiatannya di masa mendatang. Laporan Keuangan BLUD sendiri disusun sesuai PSAP 13 Penyajian Laporan Keuangan BLU. Berdasarkan permendagri No. 79 tahun 2018, Laporan keuangan yang wajib disusun oleh BLUD adalah Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca, Laporan Operasional, Laporan Arus Kas, Laporan Perubahan Ekuitas, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Pada penjelasan berikut ini, akan difokuskan pada Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih BLUD serta contoh format penyusunannya. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih atau disingkat LP SAL, menyajikan informasi kenaikan atau penurunan Saldo Anggaran Lebih tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Laporan ini juga memberikan ringkasan atas pemanfaatan saldo anggaran dan pembiayaan pemerintah, sehingga suatu entitas pelaporan harus menyajikan rincian lebih lanjut dari unsur-unsur yang terdapat dalam LP-SAL dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih BLUD ini, menyajikan secara komparatif dengan periode sebelumnya pos-pos berikut: Saldo Anggaran Lebih awal; Penggunaan Saldo Anggaran Lebih; Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran tahun berjalan; Koreksi Kesalahan Pembukuan tahun Sebelumnya; Lain-lain; dan Saldo Anggaran Lebih Akhir. Saldo Anggaran Lebih (SAL) merupakan gunggungan atau jumlah akumulasi SiLPA sampai dengan tanggal pelaporan dan SAL dihasilkan dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA). SAL awal merupakan SAL yang berasal dari periode sebelumnya, sedangkan SAL akhir adalah SAL yang berasal dari perhitungan SAL periode pelaporan. Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA/SiKPA) adalah selisih lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran selama satu periode pelaporan atau selisih lebih/kurang antara realisasi pendapatan-LRA dan penerimaan pembiayaan dengan belanja dan pengeluaran pembiayaan selama satu periode pelaporan. Nilai SilPA/SiKPA pada akhir periode pelaporan inilah yang nantinya dipindahkan ke Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih. Berikut ini adalah ilustrasi PSAP 13 terkait Format Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih Badan Layanan Umum.